HERBIE HANCOCK
Nama lahir: Herbert Jeffrey Hancock
Lahir: Chicago, Amerika Serikat, 12 April 1940
Penghargaan: Menerima 14 Grammy, antara lain lewat:
- Album R&B Instrumental Terbaik untuk Rockit, 1984
- Album Jazz Instrumental Terbaik untuk A Tribute to Miles, 1995
- Album Terbaik untuk River The Joni Letters, 2008
- Album Pop Kolaborasi untuk Imagine, 2011
- Penghargaan Oscar untuk Original Soundtrack lewat lagu "Round Midnight",
1986
Aktivitas:
- Duta Persahabatan untuk UNESCO
Diskografi: Membuat sekitar 50 album, anatra lain:
- Takin' Off, 1962
- Maiden Voyage, 1965
- Speak Like a Child, 1968
- Head Hunters, 1973
- An Evening with Herbie Hancock & Chick Corea: In Concert, 1978
- Future Shock, 1983
- Round Midnight (soundtrack), 1986
- A Tribute to Miles, 1994
- Dis Is Da Drum, 1994
- The New Standard, 1995
- Gershwin's World, 1998
- Possibilities, 2005
- River: The Joni Letters, 2007
- The Imagine Project, 2010
Jazz tak sekadar musik. "Jazz melatih kita untuk saling mendengar dan menghormati." Hal itu diungkapkan Herbie Hancock, legenda jazz yang akan tampil di Java Jazz pada Jumat (2/3) malam dan Sabtu besok.
OLEH FRANS SARTONO
Harian Kompas berbincang-bincang dengan Herbie Hancock di Ruang Lombok, Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu petang. Ia tampak ramah, cepat akrab, dan jauh lebih muda dari usia yang sudah 71 tahun. sepanjang 50 tahun kariernya, peran dia tercatat dalam sejarah penting jazz.
Herbie, lelaki berdarah Afrika-Amerika itu, pada era 1960-an menjadi bagian dari kesegaran baru jazz ketika Miles Davis mengajaknya bergabung dalam Kuintet Miles Davis pada 1963. Miles dikenal sebagai seniman yang peka mengendus kegeniusan musisi.
Para seniman muda yang digeret Miles itu adalah Herbie Hancock, Tony Williams (drum), George Coleman dan Sam Rivers yang bergantian pada saksofon, serta Ron Carter, tokoh penting bas yang juga tampil di Jakarta International Java Jazz Festival 2012 ini.
Mereguk pengalaman penting dalam naungan Miles Davis, Herbie kemudian melintas sejarah jazz dengan terus berusaha memberikan kesegaran baru pada jazz. Kesegaran itu antara lain terdengar lewat komposisi karyanya, seperti "Cantaloupe Island", "Watermelon Man", "Maiden Voyage", dan "Chamoleon" yang menjadi lagu "wajib" jazz.
Menapak era 2.000-an, Herbie dengan nyaman melintas genre bermain dengan John Mayer, Christina Aguilera, Sting, Annie Lennox, sampai Paul Simon lewat album Possibilities (2005). Ia melibatkan Joni Mitchel di album untuk menghormati sahabatnya itu dalam River: The Joni Letters (2007).
"Saya ini orang yang selalu ingin tahu Rasa ingin tahu itu pula yang membuat saya banyak berkolaborasi dengan beragam genre," kata Herbie tentang proyek abum dengan musisi dari berbagai genre itu.
"Saya selalu ingin tahu, akan menjadi seperti apa jika saya menggabungkan pengalaman saya di jazz dengan pop, atau genre apa pun. Selain itu, saya juga senang melakukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah saya lakukan."
Tabiat ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang baru itu sebenarnya sudah terlacak sejak dini pada Herbie. Ia adalah pianis klasik yang sempat disebut-sebut sebagai anak ajaib. Gara-garanya, ketika berumur tujuh tahun, Herbie dengan sangat terampil memainkan Konserto Piano No. 5 karya Mozart bersama Orkes Simfoni Chicago, umur 14 tahun ia mulai tertarik pada jazz.
"Saya sudah mempunyai teknik (bermain piano), tapi saya tidak tahu bagaimana berimprovisasi. Sejak itu, saya belajar mendengarkan improvisasi solo. Saya mentranskrip permainan solo dari musisi yang saya sukai dan saya analisis," kata Herbie.
Ia menyebut nama George Shearing, Horace Silver, Oscar Peterson sebagai pianis jazz yang banyak ia dengar pada masa awal berkenalan dengan jazz.
"Jazz itu seperti magnet dan ia menarik saya," kata Herbie tentang peralihannya dari klasik ke jazz.
Jazz itu mendengar
Bergabung dengan Miles Davis, bagi Herbie Hancock seperti masuk "universitas" jazz dengan Miles Davis sebagai sang mahaguru. Satu hal yang pertma dipelajari dan akan selalu diingat Herbie dari Miles adalah kemampuan Miles dalam mendengar.
"Miles mempunai kemampuan mendengarkan yang mengagumkan," kata Herbie.
"Pelajaran pertama yang saya dapat daari Miles adlaah mendengar. Sejak awal saya perhatikan, ketika Miles bermain solo, ternyata bentuk dari permainannya itu dipengaruhi oleh apa yang saya mainkan, atau apa yang dimainkan oleh Ron Carter dan Tony Williams. Itu hal yang saya pegang benar dalam cara saya bermusik selama ini," katanya.
Herbie yang penganut Buddhisme Nichiren itu memetik pengalaman sebagai seniman jazz untuk kehidupan sehari-hari. Jazz mengajarkan dia untuk mendengar dan menghormati orang lain dalam rangka menciptakan keharmonisan kehidupan.
Jazz baginya adalah dialog antar musisi. Dalam lingkaran dialog itu, jazz ia sebut sebagai musik yang nonjudgmental atau musik yang tidak menghakimi dan tak berprasangka buruk.
"Artinya, jika kita main dengan band, Anda tidak bisa berpikir tentang apa yang Anda sukai atau tidak dari apa yang dimainkan orang lain. Apa pun yang rekan Anda, itu menajdi tanggung jawab Anda untuk membuat permainan jalan terus dan bagus," katanya.
Herbie memberikan contoh ketika suatu kali ia bermain dengan Miles Davis. Saat itu, Herbie merasa bermain salah. Miles tidak marah, tapi dengan cerdas menggunakan situasi yang menurut Herbie buruk itu menjadi keindahan, keharmonisan.
"Buddhisme mempunyai spirit yang sama, yaitu mencari jalan untuk mengubah situasi apa pun menjadi peluang."
Di pentas kehidupan, dialog semacam itu, menurut Herbie, seharusnya dilakukan. Dialog itu bukan saja untuk berbagi pengalaman, melainkan juga mencari cara terbaik dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan cara pandang seperti itu, musik sebenarnya bukan sekadar hiburan. Musik merupakan hidup itu sendiri.
"Musik adalah jalan untuk berbagi pengalaman hidup dengan cara kreatif. Dunia memerlukan kehidupan kreatif, suatu kreativitas yang muncul dari bagian terdalam diri kita masing-masing. Kreativitas yang menumbuhkan kebijaksanaan, semangat hidup, dan kasih sayang," kata Herbie.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 2 MARET 2012
"Saya ini orang yang selalu ingin tahu Rasa ingin tahu itu pula yang membuat saya banyak berkolaborasi dengan beragam genre," kata Herbie tentang proyek abum dengan musisi dari berbagai genre itu.
"Saya selalu ingin tahu, akan menjadi seperti apa jika saya menggabungkan pengalaman saya di jazz dengan pop, atau genre apa pun. Selain itu, saya juga senang melakukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah saya lakukan."
Tabiat ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang baru itu sebenarnya sudah terlacak sejak dini pada Herbie. Ia adalah pianis klasik yang sempat disebut-sebut sebagai anak ajaib. Gara-garanya, ketika berumur tujuh tahun, Herbie dengan sangat terampil memainkan Konserto Piano No. 5 karya Mozart bersama Orkes Simfoni Chicago, umur 14 tahun ia mulai tertarik pada jazz.
"Saya sudah mempunyai teknik (bermain piano), tapi saya tidak tahu bagaimana berimprovisasi. Sejak itu, saya belajar mendengarkan improvisasi solo. Saya mentranskrip permainan solo dari musisi yang saya sukai dan saya analisis," kata Herbie.
Ia menyebut nama George Shearing, Horace Silver, Oscar Peterson sebagai pianis jazz yang banyak ia dengar pada masa awal berkenalan dengan jazz.
"Jazz itu seperti magnet dan ia menarik saya," kata Herbie tentang peralihannya dari klasik ke jazz.
Jazz itu mendengar
Bergabung dengan Miles Davis, bagi Herbie Hancock seperti masuk "universitas" jazz dengan Miles Davis sebagai sang mahaguru. Satu hal yang pertma dipelajari dan akan selalu diingat Herbie dari Miles adalah kemampuan Miles dalam mendengar.
"Miles mempunai kemampuan mendengarkan yang mengagumkan," kata Herbie.
"Pelajaran pertama yang saya dapat daari Miles adlaah mendengar. Sejak awal saya perhatikan, ketika Miles bermain solo, ternyata bentuk dari permainannya itu dipengaruhi oleh apa yang saya mainkan, atau apa yang dimainkan oleh Ron Carter dan Tony Williams. Itu hal yang saya pegang benar dalam cara saya bermusik selama ini," katanya.
Herbie yang penganut Buddhisme Nichiren itu memetik pengalaman sebagai seniman jazz untuk kehidupan sehari-hari. Jazz mengajarkan dia untuk mendengar dan menghormati orang lain dalam rangka menciptakan keharmonisan kehidupan.
Jazz baginya adalah dialog antar musisi. Dalam lingkaran dialog itu, jazz ia sebut sebagai musik yang nonjudgmental atau musik yang tidak menghakimi dan tak berprasangka buruk.
"Artinya, jika kita main dengan band, Anda tidak bisa berpikir tentang apa yang Anda sukai atau tidak dari apa yang dimainkan orang lain. Apa pun yang rekan Anda, itu menajdi tanggung jawab Anda untuk membuat permainan jalan terus dan bagus," katanya.
Herbie memberikan contoh ketika suatu kali ia bermain dengan Miles Davis. Saat itu, Herbie merasa bermain salah. Miles tidak marah, tapi dengan cerdas menggunakan situasi yang menurut Herbie buruk itu menjadi keindahan, keharmonisan.
"Buddhisme mempunyai spirit yang sama, yaitu mencari jalan untuk mengubah situasi apa pun menjadi peluang."
Di pentas kehidupan, dialog semacam itu, menurut Herbie, seharusnya dilakukan. Dialog itu bukan saja untuk berbagi pengalaman, melainkan juga mencari cara terbaik dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan cara pandang seperti itu, musik sebenarnya bukan sekadar hiburan. Musik merupakan hidup itu sendiri.
"Musik adalah jalan untuk berbagi pengalaman hidup dengan cara kreatif. Dunia memerlukan kehidupan kreatif, suatu kreativitas yang muncul dari bagian terdalam diri kita masing-masing. Kreativitas yang menumbuhkan kebijaksanaan, semangat hidup, dan kasih sayang," kata Herbie.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 2 MARET 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar