Minggu, 04 Maret 2012

Satoto dan Kebahagiaan Seorang Peneliti

DR IR SATOTO MS
Lahir: Pekalongan, Jawa Tengah, 18 Agustus 1955
Istri: Purwastuti Sri Indrawati, dengan satu anak
Pendidikan:
- S-1 Agronomi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, lulus 1983
- S-2 Pemuliaan, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1993
- S-3 Pemuliaan, Institut Pertanian Bogor, 2003
Aktivitas lain:
- Anggota Tim Penilai dan Pelepas Varietas Tanaman Pangan
- Anggota Perhimpunan Ilmu Permuliaan Indonesia (Peripi)
Publikasi Internasional dan nasional antara lain:
- Hipa 7 dan Hipa 8: Dua padi hibrida tahan penyakit hawar daun bakteri, 
  Jurnal Penelitian Pertanian, 20120
- The segregation pattern of insect resistance genes in the progenies and 
  crosses transgenic rojolele rice, Indonesian Journal of gricultural science, 
  2009
- Natural outcrossing of cytoplasmic male sterile line IR 54752A in Indonesia,
  International Rice Research Newsletter, 1989
Penghargaan:
- Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa, 2010
- Peneliti teladan tingkat nasional, 2009
- Bakrie Award untuk teknologi, 2007

Hamparan padi mengemas siang itu di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat. Sejauh mata memandang, pucuk-pucuk padi merunduk diberati bulir-bulirnya. Sejak pagi, Dr Ir Satoto MS sudah berkeliling di kawasan tersebut.

OLEH AGNES ARISTIARINI

Sebagai Kepala kelompok Peneliti Pemuliaan, Plasma Nutfah, dan Perbenihan lembaga penelitian itu, ia termasuk yang paling bahagia melihat padi-padi tumbuh sesuai prediksi.
     "Ini kantor saya," katanya menunjuk lahan percobaan seluas dua hektar itu.
     Suaranya penuh semangat saat menjelaskan jenis padi di setiap petak. "Yang tinggi-tinggi itu padi gogo, yang di sana plasma nutfah. Sebagian kekayaan Nusantara kami punya, jadi koleksi yang tidak ternilai harganya," paparnya.
     "Anak-anak" Satoto bisa dijumpai di sisi selatan. Februari itu sedang ditanam hipa 8, hipa 10, hipa 11, juga varietas awal hibrida BB Padi (Balai Besar Penelitian Tanaman  Padi): maro dan rokan. Hipa adalah sngkatan dari hibrida padi dan angka menunjukkan urutan pelepasan. Kalau ada tambahan kata, hipa 5 ceva, misalnya, berarti padi hibrida pelepasan kelima kerja sama dengan Central Java alias Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
     Sejak tahun 2008, varietas unggul baru yang dilepas tidak lagi menggunakan nama sungai, tetapi inpa atau inbrida padi plus keterangan ekosistem pada ujungnya. Inpara berarti inbrida padi daerah rawa, inpari untuk irigasi, dan inpago berarti gogo.

Buah kesederhanaan

     Hanya 120 kilometer dari riuh rendah metropolitan, peneliti itu jauh dari kemewahan para politikus tukang korupsi. Mereka bekerja dalam diam. Tak heran  kalau tidak banyak yang tahu bahwa lembaga ini sudah begitu banyak melepas varietas padi. Totalnya 244 varietas dan 90 persen ditanam petani.
     Jangan bayangkan kursi Badan Anggaran DPR yang harganya Rp 24 juta. Ruang kerja Satoto dan teman-temannya adalah bangunan lama yang disekat dengan lorong tak banyak kena sianr matahari. Klosetnya pun harus diguyur dengan air dari ember.
     Dibandingkan dengan China, BB Padi juga masih jauh. Tim pemuliaan Satoto terdiri dari lima peneliti dan enam teknisi. Sementara di China penelitinya saja 100 orng, itu baru di tingkat provinsi.
     Akan tetapi, lihatlah sorot mata mereka saat di lapangan. Mata rekan-rekan kerja Satoto yang pagi itu ke lapangan, ada Indrastuti Apri Ruwanti, Yuni Widyastuti, Sudibyo Tri Wahyu Utomo, Bayu Parmono, dan Nita Kartina, bersinar-sinar mengamati padi yang siap panen.
     Hasil pekerjaan bertahun-tahun itu-merakit padi hibrida setidaknya butuh enam tahun dan padi inbrida baru sembilan tahun-memang sudah tersebar ke berbagai pelosok Nusantara. Hal itu termasuk di anatranya 4 varietas padi ketan, 12 varietas padi gogo, 18 varietas padi rawa, 17 varietas padi hibrida, dan jenis padi yang tahan cuaca ekstrem mengantisipasi pemanasan global.

"Bapak" hibrida

     Satoto adalah "bapak" sebagian besar padi hibrida yang dihasilkan BB Padi. Lulus Jurusan Agronomi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, ia bekerja di balai Penelitian Tanaman Sukamandi, cikal bakal BB Padi. Ia mulai dari calon pegawai negeri sipil (CPNS) penata muda dengan gaji Rp 64.000.
     Kesederhanaan masih juga melekat walau ia sudah golongan IVC. Sebutlah keengganannya untuk pindah ke rumah dinas yang lebih besar meski itu menjadi haknya.
     "Saya tinggal berdua dengan istri, anak sudah mandiri di Jawa Timur, dan tidak punya pembantu. Bagaimana nanti mengepel rumahnya?" ucapnya.
     Ketika para peneliti BB Padi mendapat Bakrie Award 2007 untuk teknologi, hadiah uang senilai Rp 250 juta juga tidak dibagi. Akan tetapi, dimanfaatkan untuk membangun balai pertemuan di komplek perumahan mereka.
     "Manfaatnya jadi lebih banyak," kata Satoto.
     Maka, 250 kepala keluarga yang tinggal di situ ikut menikmati hasilnya. Jadilah gedung serbaguna dengan segala aktivitas: pelatihan, halalbihalal, dan pesta perkawinan.
     Para penelitinya kembali pada keseharian, mengembangkan padi untuk mencukupi pangan rakyat. "Jadi peneliti itu menyenangkan lho, bebas berekspresi," katanya.
     Melihat padi hasil rakitan tumbuh, berkembang, kemudian menghasilkan merupakan kebahagiaan yang lain lagi. "Pemuliaan itu gabungan sains dan seni. Tak sekadar paham sifat-sifat baik tanaman, tetapi juga perlu tangan dingin dan ketajaman mata. Saya ingin seperti kolega saya yang sudah pensiun, apa pun yang dia sentuh, jadi," kata Satoto.
     Hanya saja,  menjadi pemulia perlu kesabaran ekstra. Kerja tahun ini baru kelihatan hasilnya bertahun-tahun kemudian. Kerja di sawah berarti juga berpanas-panas dan berlumur lumpur. "Saya memotivasi teman-teman muda untuk mencintai pekerjaan biar terasa ringan," ujarnya

Disalahpahami

     Padi hibrida adalah salah satu hasil pemuliaan. Hibrida sebenarnya turunan pertama suatu persilangan yang memanfaatkan gejala pertumbuhan dan kapasitas produksi tinggi akibat keragaman gen yang disebut heterositas.
     "Agar sifat heterositas ini muncul optimal, padi hibrida harus ditanam dan diperlakukan sesuai kebutuhannya. Sayang, kadang perlakuannya jauh dari prasyarat sehingga hasilnya tidak memuaskan," kata Satoto.
     Kalau sudah begini, teleponnya bisa terus berdering dan pesan singkat masuk bertubi-tubi. Untunglah, kabar menggembirakan juga sering datang. Seperti pesan singkat sseorang petani, "Pak, hipa 4 sudah merunduk."
     Tanpa pemberitahuan pun rasa bahagia membuncah tatkala Satoto ke lapangan, melihat varietas dari BB Padi bertumbuh kembang dengan baik di sawah petani.
     "Begitu mendekat, saya pasti kenal. Namanya juga 'anak'. Makanya, kalau saya ditanya mana varietas hibrida yang paling bagus, saya jawab semua bagus. Kan semua 'anak-anak' saya," ucap Satoto.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 5 MARET 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar