Senin, 26 Maret 2012

Maman Sulaiman: Rumah Pintar untuk Ciwidey

MAMAN SULAIMAN
Usia: 34 tahun
Istri: Ida Maryati (26)
Anak:
- Zahra (10)
- Zahwa (5)
Pendidikan:
- SD Cisandari 2, Kabupaten Bandung
- SMP Pasir jambu
- SMA Baleendah
- Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian
Pekerjaan:
- Karyawan Pusat Penelitian Teh dan Kina, Kecamatan Pasir Jambu, Bandung
- Mengelola Biota, kegiatan wisata alam di Ciwidey, outbound, perkemahan,
  dan sejenisnya

Lima tahun lalu saat Satoe Indonesia-lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi-masuk Ciwidey,, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, membawa program Rumah Pintar, nyaris tak ada warga yang menerima. warga menuding program Rumah Pintar hanya alat memolitisasi warga, yang lain menganggap ini dalih memasukkan aliran kepercayaan baru.

OLEH RENY SRI AYU

Hanya seorang warga yang menyambut program ini secara positif, Maman Sulaiman.Saat itu ia adalah Kepala Badan Permusyawaratan Desa Gambung, Kecamatan Pasir Jambu. Ia bahkan menjadi tameng dengan menjaminkan diri kepada warga desa untuk menerima program tersebut.
     Secara sederhana, Rumah Pintar (Rupin) adalah tempat belajar bagi siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.Komputer, bahasa Inggris, pengembangan bakat, seni, budaya, olahraga, hingga keterampilan dan wirausaha adalah sebagian yang bisa dipelajari di Rupin. Ini ditambah embel-embel gratis. Pengurus dan tutor Rupin dari warga setempat dibantu Satoe Indonesia.
     Kendati awalnya ditentang dan dicurigai, kerja keras Maman bersama Satoe Indonesia tak sia-sia. Lima tahun kemudian, Rupin mendapat "pengakuan" warga saat sejumlah pengurus Rupin yang sebelumnya diberi cap "anak nakal" berubah.
     Mereka yang dulu hanya suka nongkrong atau mabuk berubah menjadi inspirator dan motivator bagi warga. Para remaja ini menjadi motor penggerak ekonomi dan mengubah pola pikir warga untuk memanfaatkan potensi alamnya.
     Sekadar contoh, ada yang menjadi peternak lele sekaligus memproduksi abon lele. Ada pula yang beternak kelinci, menanam sayur sehat, dan memasarkan hingga toko swalayan. Bahkan, bersama warga desa, Maman menjalankan usaha wisata dengan menjadi pengelola kegiatan wisata alam dan outbound.
     Adapun siswa SD, SMP, dan SMA, yang sebelumnya hanya belajar di sekolah dan menghabiskan sisa waktu dengan bermain menjadi betah membaca di perpustakaan Rupin, belajar komputer, hingga erlatih tari, menyanyi, dan olahraga. Kerap anak-anak ini diundang tampil di Bandung dan Jakarta.
     Perubahan ini membuka mata warga sekaligus memupus kecurigaan terhadap aktivitas Rupin. tak sedikit orangtua, yang mengaku sulit membimbing anaknya, dengan sukarela "menyerahkan" anaknya kepada pengurus rupin untuk dibina.
     Bahkan, warga desa lain yang bertetangga dan belum punya Rupin mendatangi Maman dan meminta Rupin masuk desa mereka. Untuk sementara Maman mengakomodasi keinginan warga desa lain dengan sekali sepekan berkunjung ke desa-desa tersebut untuk mengajar sekaligus menyiapkan kader yang bisa mengurus Rupin.
     Pengakuan warga, antara lain, ditunjukkan dengan kalimat "ke Rupin aja" atau "sama pengurus Rupin aja", jika ada tamu di desa itu. Warga desa juga sukarela meminta pengurus Rupin mewakili mereka berbicara di berbagai forum atau menyerahkan kegiatan desa sampai kecamatan diurus Rupin.

Berawal dari keprihatinan

     Apa yang dilakukan Maman berawal dari keprihatinan melihat anak-anak di desanya menghabiskan waktu bermain sepanjang hari sepulang sekolah. sebagian remaja suko nongkrong dan minum-minum. Warga kurang memaksimalkan potensi alam di Kecamatan Pasir Jambu walau wilayah ini subur.
     "Ketika Satoe Indonesia menyampaikan maksud mereka, saya melihat ini peluang untuk berbuat bagi desa saya. Saat itu mereka punya program dan fasilitas, termasuk siap membangun rumah untuk Rupin. Kendalanya lokasi. Lalu warga desa dikumpulkan dan dijelaskan soal ini, sekaligus minta dipinjami lahan. Tetapi saya ditentang," cerita Maman. 
     Maman paham kondisi sosiologis warga desa dan menggunakan pendekatan personal. Satu per satu tokoh masyarakat dan agama dia kunjungi dan berbicara dari hati ke hati.
     Ia juga mendatangi Pusat Penelitian Teh dan Kina, tempatnya bekerja di Kecamatan Pasir Jambu, untuk minta dipinjami lahan. Pihak perusahaan luluh hingga dibangunlah Rupin di Desa Gambung, yang diberi nama Rupin Gambung.
     Namun, memasuki tahun kedua, satu per satu tutor dan pengurus mundur dengan alasan membantu keuangan keluarga. Tersisa hanya Maman dan satu pengurus lain. Pada saat yang sama ia menghadapi protes putrinya, yang merasa waktu Maman terkuras di Rupin, padahal tak mendapat gaji. Kondisi ini nyaris membuat keluarga Maman bubar. Beruntung sang istri kemudian memahami dan bahkan ikut membantu Rupin.
     "Saya lalu merekrut siswa SMA yang bisa mengajar siswa SD dan SMP. Saya minta izin orangtua mereka dan berjanji urusan sekolah tak akan terbengkalai. Saya minta mereka mengerjakan pekerjaan rumah di Rupin dan sisa waktunya mengajar. Saya pilih siswa SMA dengan pertimbangan, setidaknya kami aman hingga mereka tamat karena belum ada kewajiban mereka mencari uang. Regenerasi juga jalan dan ini berhasil hingga kini," ujar Maman.
     Menyadari Rupin juga menjadi solusi masalah ekonomi, Maman mengumpulkan warga desa untuk pelatihan kewirausahaan.  Upaya ini tak serta-merta berhasil karena mental "bekerja pada orang lain" sudah melekat.
     Maman paham harus ada contoh nyata untuk meyakinkan warga. Dia mengajak pengurus melakukannya. Satu per satu pengurus mulai membuat usaha kecil-kecilan, seperti beternak lele, beternak kelinci, dan menanam sayur. Dalam usaha ini, warga diikutkan sebagai pekerja tetap atau pun harian. Tujuannya, mereka bisa melihat dan belajar.
     Maman mendirikan Biota, usaha di sektor wisata alam. Mereka mengelola kegiatan wisata alam dan outbound dengan memanfaatkan keindahan alam Ciwidey. Warga desa diikutkan dalam kegiatan ini.
     Seorang warga desa lain, Riswati Wahyuni yang semula ikut di Rupin Gambung, dengan sukarela mendirikan Rupin di desanya, Desa Papakmanggu. Dia menjadi pengurus sekaligus tutor dan aktif di desanya. Riswati yang semula pedagang sayur di Pasar Induk Kabupaten Bandung menjadi pemasok sayur sehat ke 13 gerai toko swalayan di Jakarta.
     "Kami ingin membuka mata warga, potensi di desa ini bisa bernilai ekonomis jika dikelola dengan baik. Banyak orang berhasil, yang terpenting mereka sadar arti penting pendidikan dan mau belajar," katanya.
     Pengakuan atas keberhasilan Rupin tak hanya datang dari warga, HSBC Future First lewat HSBC Indonesia ikut mendukung program Rupin. Selain dana, secara rutin tim HSBC ikut membantu kegiatan mengajar dan memberikan pelatihan. Memang tak mudah mendapat kepercayaan dan pengakuan, sama tak mudahnya menjaga kepercayaan itu.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 26 MARET 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar