Kamis, 09 Agustus 2012

Trijono: Kegigihan Guru Sejarah Gaul


TRIJONO
Lahir: Jember, Jawa Timur, 7 Januari 1971
Pendidikan:
- Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udaya, lulus 1997
- Akta mengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri 
  Jember, 1998
Istri: Nani Soengkono
Anak: Istiqlal Widyatama Ihsan Fasya
Pekerjaan: Guru Sejarah Madrasah Aliyah Negeri 1 Tulungagung 
Kegiatan:
- Ketua Kajian Sejarah Sosial dan Budaya Tulungagung
- Pegiat Rumah Belajar Sobontoro, 2009-kini
Penghargaan:
- Guru Berprestasi Se-Jawa Timur pada Gelar Adhikara Budaya, 2008
- Juara IV Lomba Kreativitas Guru Ilmiah Tingkat Nasional LIPI, 2008
- Juara Harapan II Lomba Karya Ilmiah Guru Sejarah Jawa Timur, 2008
Buku:
- Djember 1859-1929, Melacak Sebuah Kota Berbasis Perkebunan di Jawa 
  Timur, 2011
Penelitian, antara lain:
- Kota Jember, dari Kota  Kolonial hingga Republik (1929-1992), 1996
- Sejarah Perkebunan di Jember (1859-1928), 1996
- Akulturasi Masjid Beratap Tumpang dan Budaya Meru di Tulungagung, 2006
- Pengembangan dan Pemberdayaan Candi-candi sebagai Media Pembelajaran
  Sejarah Tulungagung, 2008
- Sejarah makam-makam Tokoh Islam sebagai Obyek Wisata Religi di 
  Tulungagung, 2008
- Folklor, Cerita Desa-desa di Kabupaten Tulungagung, 2010
- Sejarah Terapan: Dari Riset hingga Mengajarkan Ilmu Sejarah (Panduan 
  Tingkat SD, SMP, SMA), 2010

Trijono, alumnus Juusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udaya, Denpasar, ini gagal menyelesaikan studi S-2 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sebuah insiden membuat beasiswanya terhenti. Ia kembali ke Denpasar, lalu menjadi guru Sejarah madrasah aliyah negeri Tulungagung, Jawa Timur, tahun 2004.

OLEH DODY WISNU PRIBADI

Kecintaannya pada ilmu sejarah tak pernah surut, Trijono bahkan mengombinasikannya dengan penelitian, pendidikan, dan idealisme yang penuh semangat. Semua itu mampu mengobati "luka akedemiknya".
   Kepala Kantor Wilayah Pendidikan Jawa Timur Rasiyo (kini Sekretaris Daerah Jawa Timur), saat mewakili Gubernur Jawa Timur Imam Oetomo, mengaku kagum pada karya dan kerja keras Trijono dalam upayanya mengajarkan sejarah secara "lebih hidup".
   Apa yang dilakukan Trijono melampaui tugasnya sebagai guru Sejarah siswa sekolah menengah. Ia membuat acara wisata sejarah se-Tulungagung yang diikuti siswa SMP dan SMA yang berminat pada pelajaran Sejarah, termasuk guru Sejarah sejumlah sekolah.
   Ia memberdayakan apa yang tak disadari orang dari kota sekecil Tulungagung sebagai salah satu daerah dengan jejak penting dalam sejarah. Ada sembilan situs yang bisa dikaitkan dengan sejarah Kerajaan Majapahit. Candi, arca, dan prasasti, sumber-sumber primer periode keemasan sejarah Nusantara, ada di Tulungagung.
   Seperti umumnya studi sejarah, fakta ini diiringi perdebatan. Namun, sebagai warga baru Tulungagung, Trijono cepat memahami dan mengimplementasikan kekayaan situs sejarah itu sebagai keunggulan Tulungagung.
   Ia tak merasa istimewa dengan sejumlah aktivitas yang berbeda dengan guru Sejarah umumnya. "Sebagai alumnus jurusan sejarah, naluri akademik saya, ya, mengajak siswa melakukan riset langsung ke situs sejarah. Mereka juga senang diajak 'bermain' di lokasi situs, bahkan ada yang saya ajak melakukan ekskavasi."
   sejumlah karya tulisnya mendokumentasikan wilayah riset Trijono yang merentang dari prasejarah hingga era Indies (1940-an). Bukunya yang telah terbit antara lain Djember 1859-19929, Melacak Sebuah Kota Berbasis Perkebunan di Jawa Timur. Pada 1996, ia melakukan dua riset sejarah perkebunan di Tulungagung.
   Ia juga melakukan kodifikasi (pengumpulan data) bangunan budaya Indies era kolonial Belanda saat imperialis Jepang datang, yang masih banyak terdapat di Tulungagung. Ia juga meriset makam tokoh-tokoh Islam dan mengumpulkan banyak cerita rakyat (folklor).
   Trijono pun membuat buku panduan sejarah terapan bagi sejawat guru Sejarah. Ia memperkenalkan bagaimana sejarah bisa menjadi "hidup". Intinya adalah pembelajaran secara multimedia sehingga siswa bisa menghayati, bahkan berimajinasi. "Tujuannya tetap pada pendidikan, agar pesan-pesan seperti cinta Tanah Air dan nasionalisme dipahami siswa," katanya.

Dituduh mencuri

   Sepak terjangnya sempat membuat dia berurusan dengan polisi. Model pendidikan sejarah terapan itu membuat muridnya pun antusias hingga membawa benda purbakala dari desa. Peristiwa ini membawa Trijono dan komunitas pembelajaran sejarah Tulungagung, Kajian Sejarah Sosial dan Budaya, ke desa murid itu.
   Ia juga mengajak komunitas sejarah prasejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan ekskavasi. Kehebohan tim ini di Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, membuat Trijono dituduh melakukan pencurian.
   Pada saat bersamaan, ia justru mendapat temuan besar, lanskap luas medan penelitian fosil biota laut purba di Campurdarat. Di sini Trijono dan tim menemukan situs prasejarah dan mendokumentasikannya. Di perbukitan ini, fosil aneka binatang laut dan kerang-kerangan purba hanya tertimbun beberapa sentimeter di bawah tanah.
  Kesal karena dilaporkan aparat birokrasi Pemerintah Kabupaten Tulungagung kepada polisi gara-gara ekskavasi itu, ia lalu bertemu DPRD Tulungagung. Di sini, ia antara lain memberi masukkan betapa pentingnya Tulungagung memiliki Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Benda Cagar Budaya (BCB).
   DPRD dan Pemkab Tulungagung pun sepakat. Jadilah Trijono memimpin tim penulisan naskah akademik Perda Perlindungan BCB. Naskah Perda Perlindungan BCB rampung dan sudah disahkan.

Manusia purba

   Kecintaan pada sejarah pula yang membuat Trijono menemukan lokasi tempat arkeologi prasejarah zaman kolonial, Eugene Dubois, menemukan tengkorak manusia purba Homo wajakensis, di wilayah Tulungagung.
   Tentang Dubois, Homo wajakensis, dan adanya Kecamatan Wajak di Tulungagung sudah diketahui umum. Namun, di mana persisnya Dubois menggali dan menemukan tengkorak manusia itu masih tanda tanya. Dubois menemukan Homo wajakensis tahun 1889.
   Ketekunan Trijono pun membuahkan hasil. Perjalanan akademiknya sebagai guru Sejarah yang gelisah membuat ia menemukan tugu dari batu marmer yang dicari-carinya di wilayah Kecamatan Wajak.
   Sumber sejarah tentang karya Dubois yang terbit kembali tahun 1995 antara lain buku karya Paul Strom. Buku itu merinci rekaman jejak Dubois, berikut peta dan goanya. Ia mendapati goa tempat Dubois menemukan tengkorak di depan pabrik marmer zaman Belanda di Kecamatan Wajak.
   "Saya mengajak tim prasejarah UGM melakukan penelusuran di goa lokasi penemuan Dubois dan mendapati deskripsi lokasi sama persis dengan dokumen Dubois. Misteri lokasi temuan Homo wajakensis telah ditemukan lagi," ujarnya.
   Trijono senang aktivitasnya telah dilindungi Perda Perlindungan BCB. Saat ditanya apakah lebih merasa sebagai pendidik, sejarawan, atau arkeolog, ia menjawab, "Sebut saja saya arkeolog gaul, seperti kata murid-murid saya, ha-ha-ha."

Dikutip dari KOMPAS SELASA, 7 AGUSTUS 2012

1 komentar:

  1. Saya kenal dengan beliau saat d Kampus Nias, tapi sayang tidak seberapa lama beliau sudah lulus tahun 1997. Orangnya eksentrik & enerjik, teman yang baik dalam berdiskusi walopun kami yunior... Berbahagialah yang pernah mengenal beliau. Smoga Sehat & Sukses Selalu.

    BalasHapus