Minggu, 26 Agustus 2012

Valentina Anita Andriani: Dokter PTT di Pulau Terpencil

VALENTINA ANITA ANDRIANI
Lahir: Pamekasan,Madura, Jawa Timur, 16 Februari 1987
Pendidikan terakhir: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Jawa Timur 

Murah senyum, itulah salah satu terapi eksternal yang ditampilkan dokter Valentina Anita Andriani. Dia termasuk dokter baru di Puskesmas Rawat Inap Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Meski begitu, nama dokter valentina, begitu warga setempat memanggilnya, relatif dikenal masyarakat.

OLEH KORNELIS KEWA AMA

Pelayanan yang ramah serta kesabaran dan ketekunan mengabdikan ilmunya untuk warga di pulau terpencil itu membuat sosok Valentina mudah dikenal.
   Sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT), Valentina sejak awal bertekad untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik yang dapat dia lakukan untuk warga di pulau terpencil di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
   Dia langsung tertarik untuk mengabdikan diri di Pulau Adonara, mengingat warga di sini masih jauh dari jangkauan kesehatan yang memadai. Dia bertekad akan tinggal bersama warga di Pulau Adonara setidaknya sampai selesai masa kontraknya sebagai dokter PTT, tahun 2013.
   "Saya melamar sendiri ke Nusa Tenggara Timur. Soal penempatan ke Pulau Adonara, memang ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur. Ini setelah ada penempatan dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penempatan saya di Pulau Adonara sesuai kebutuhan dokter di pulau ini," kata Valentina di Waiwerang, Adonara, pertengahan Juli lalu.
   Pulau Adonara memiliki tujuh dokter, empat di antaranya adalah dokter PTT, termasuk Valentina. Ketujuh dokter tersebut ditempatkan di tujuh kecamatan yang ada di pulau tersebut. Tak ada rumah sakit pemerintah di sini, kecuali satu rumah sakit swasta milik biarawati Katolik, Carolus Boromeus, di Witihama, sekitar 10 kilometer dari Waiwerang.
   Perempuan kelahiran Pamekasan, Jawa Timur, ini menuturkan, penyakit utama yang diderita warga di Kecamatan Adonara Timur umumnya adalah infeksi pernapasan akut (ISPA), paru-paru, diare, dan malaria.
   Puskesmas rawat inap di Waiwerang bisa menampung sampai 50 pasien. Akan tetapi, kebanyakan warga yang didiagnosis dokter untuk dirawat inap justru memilih dirawat di RSUD Larantuka. Ini karena fasilitas dan sarana di Puskesmas Waiwerang terbatas.
   Menurut Valentina, diare umumnya menimpa warga di beberapa desa yang kesulitan air bersih, terutama di Kecamatan Ile Boleng. Kesulitan air bersih yang diikuti sanitasi buruk di wilayah itu sering terjadi pada musim kemarau. Tahun ini, misalnya, tak kurang dari 21 orang sudah dirujuk ke Puskesmas Waiwerang untuk dirawat inap karena diare.

Sulit ditangani

   Persoalan di Waiwerang, antara lain, beberapa kejadian luar biasa yang menyerang warga, tetapi sulit ditangani pihak puskesmas setempat, misalnya, ibu yang melahirkan bayi sungsang diikuti pendarahan hebat selama beberapa hari. Setelah itu barulah bidan merujuk si ibu ke puskesmas. Akibatnya, saat tiba di puskesmas, kondisi si ibu tak bisa lagi ditangani dan harus dirujuk ke RSUD Larantuka.
   "Jika sudah begini, terkadang ibu dan bayinya tak bisa lagi diselamatkan sebelum sampai di RSUD (Larantuka) atau hanya salah satu yang bisa diselamatkan, sang ibu atau si bayi," ujarnya.
   Valentina lalu bercerita tentang peristiwa lain, saat seorang warga jatuh dari truk dan mengalami pendarahan hebat. Korban harus dirujuk ke RSUD Larantuka, tetapi meninggal dunia saat masih dalam perjalanan dengan kapal motor. Perjalanan Waiwerang-Larantuka memerlukan waktu empat jam.
   Pulau Adonara membutuhkan rumah sakit pemerintah untuk melayani masyarakat setempat. Pulau ini terdiri dari tujuh kecamatan, jadi sudah layak memiliki rumah sakit. Meski di sini ada puskesmas, kami tak bisa memberikan pelayanan terbaik bagi warga. Adanya rumah sakit dengan sarana dan prasarana kesehatan yang pasti lebih memadai, termasuk tenaga dokter ahli, akan sangat membantu warga di sini," katanya.

Jurus senyum

   Dengan keterbatasan sarana puskesmas, Valentina punya jurus menghadapi pasien yang datang berobat. Senyuman disertai tegur sapa yang ramah dari dokter ternyata bisa membuat pasien merasa diterima, dihormati, dan diakui.
   Meski gaji dokter PTT sebesar Rp 4,8 juta per bulan, untuk masa kontrak satu tahun, Valentina tak keberatan. Ia tetap bertekad mengabdi di Flores Timur. Baginya daerah ini punya daya tarik tersendiri. Selain alamnya yang indah, warganya pun ramah dan mereka memerlukan pelayanan kesehatan. Di sini keuntungan finansial tak lagi jadi yang utama.
   "Orang Adonara itu sopan dan suka membantu. Saat aliran air ke rumah kami terganggu, misalnya, secara spontan mereka menyediakan kebutuhan air. Kami tak harus minta bantuan," ceritanya.
   Terkadang warga berobat sambil membawa ayam, telur, pisang, singkong, atau sayur sebagai ganti "ongkos" dokter. Namun, Valentina tak tega menerimanya cuma-cuma karena mereka umumnya miskin. Ia mengganti barang bawaan pasien dengan uang untuk ongkos transportasi mereka.
   "Setelah setahun mengabdi, saya mau mengajukan permohonan untuk studi lanjut spesialis dan kembali mengabdi di sini. Kalau bukan di Adonara, di daerah lain di Flores Timur pun saya mau," katanya.
   Senyum dan resep obat dari Valentina pun dirasakan warga ampuh mengatasi penyakit mereka. Buktinya beberapa pasien dari kecamatan lain memilih berobat di Puskesmas Waiwerang karena ingin ditangani Valentina.
   Hubungan emosional antara dokter Valentina dan pasien diyakini menjadi salah satu faktor yang mempercepat kesembuhan pasien. Sambil memeriksa, ia suka mengajak bicara pasiennya tentang berbagai hal, mulai dari rasa sakit sampai latar belakang keluarga dan kondisi ekonomi rumah tangga mereka.
   "Tak semua orang ke puskesmas karena punya penyakit. Ada di antara mereka yang terganggu kesehatannya karena beban pikiran terkait ekonomi rumah tangga, anak-anak, masalah dengan pasangan, atau masalah lain dalam kehidupan sosialnya. Di sini pasien membutuhkan senyum dan perlakuan manusiawi," katanya.
   Kini, ribuan pasien telah ditanganinya. Dia mengaku, saat masih menjadi mahasiswa tak pernah mendengar nama Adonara. "Saya hanya tahu Flores dan Larantuka. Saya tahu tentang Adonara baru setiba di Larantuka," kata Valentina yang ingin mengambil spesialis kandungan.
   NTT menjadi tujuan Valentina sebab daerah ini bisa dikatakan rawan bencana kemanusiaan. "Kasus gizi buruk, diare, serta kematian ibu dan anak masih banyak terjadi. Ini menjadi tantangan bagi dokter PTT," ujarnya.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 27 AGUSTUS 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar