DATA DIRI
Nama : Nancy Nur
Lahir : Pinrang, 30 September 1950
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Kader KB dari 1984-kini
Suami : M Nur (62)
Anak :
- Evy (39)
- Erwin (38)
- Evendy (32)
- Erzad (25)
Cucu : 7 orang
Penghargaan :
- Penghargaan Pengelola Gerakan KB dan Keluarga Sejahtera Nasional, 1997
- Kader PKK Teladan Tingkat Kecamatan , 2006
- Juara I Lomba Posyandu Tingkat Kecamatan, 2006
- Penghargaan dari Ketua PKK Makassar sebagai Kader PKK selama 23 tahun, 2007
- Penghargaan dari Walikota Makassar sebagai Kader Pembantu Pembina Keluarga Berencana
Desa Tingkat Kelurahan, 2007
Kesetiaan Nancy Nur mendatangi perempuan dari rumah ke rumah di perkampungan warga miskin untuk mengenalkan program Keluarga Berencana atau KB tak pernah surut . Sejak 1984 dia tak pernah absen menjadi kader KB, yang kini disebut Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa, di Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU
Nancy prihatin melihat ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya yang terus hamil, sementara anak mereka masih kecil, bahkan masih digendong. Perempuan dari keluarga miskin di Kelurahan Maccini Sombala umumnya warga pendatang dari daerah lain di Sulsel.
Mereka awam soal alat kontrasepsi yang bisa membantu menghentikan kelahiran anak. Mereka tak engenal istilah KB. Para ibu itu terus disibukkan dengan kehamilan dan kelahiran nyaris setiap tahun.
Bukan hal yang aneh jika satu pasangan memiliki anak sampai belasan orang. Padahal, kehidupan keluarga hanya ditopang dari penghasilan suami yang bekerja sebagai tukang becak atau buruh harian. Akibatnya, anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin itu tidak terurus dan kurang gizi.
Nancy yang merasakan manfaat ikut ber-KB terpanggil mengajak perempuan dengan banyak anak untuk ikut ber-KB. Ia lalu turut aktif di posyandu di sekitar rumahnya agar bisa mendekati para ibu. Ternyata bukan pekerjaan mudah untuk mengajak para ibu ber-KB. Mereka takut dengan alat kontrasepsi dan tak didukung suami.
Tak jarang upaya Nancy mengajak perempuan ber-KB ditentang oleh suami mereka. Ia telan dengan sabar makian dari suami para perempuan yang coba dirangkulnya untuk ikut program KB gratis dari pemerintah setempat.
"Bukan hal aneh jika ada suami yang datang dan marah-marah sama saya. Dibilang, kenapa memang jika istri mereka melahirkan dan punya banyak anak? Yang kasih makan dan mengurusi mereka bukan saya atau orang lain. Si suami itu minta supaya saya tak ikut campur urusan rumah tangga mereka," cerita ibu empat anak itu.
Mendapat tentangan dari para suami, ia mencoba menjelaskan bahwa apa yang dia lakukan bukan melarang para istri melahirkan anak. Dengan ikut KB, pasangan bisa mengatur atau menjarangkan kelahiran anak. Lebih baik anak cukup besar dulu baru si ibu hamil lagi.
Selain itu, dia juga melibatkan lurah setempat untuk berbicara dengan kaum pria tentang manfaat ber-KB bagi kesejahteraan keluarga. Upaya ini terbilang berhasil. Setidaknya para suami membiarkan Nancy mengunjungi istri mereka di rumah.
Ia tak hanya mendatangi rumah warga saat ada safari KB untuk merangkul peserta KB baru. Kehadirannya di rumah warga juga untuk menjalin silaturahim sekaligus menjadi teman ngobrol para ibu.
Hubungan Nancy dengan para ibu semakin "cair". Ketika para istri mengeluhkan kesibukan dan kesulitan mereka melahirkan dan mengurus banyak anak yang selisih usianya tak jauh, nancy memakai kesempatan itu untuk bicara soal manfaat KB.
"Jika sudah ada yang berkeluh kesah soal banyak anak, saya mencontohkan tetangga yang punya anak sedikit atau ber-KB biar ibu itu tersadar. saya ajari ibu itu untuk membujuk suaminya agar mengizinkan mereka ber-KB. Sekarng, 70 persen perempuan di wilayah ini sudah pakai alat kontrasepsi,"ujarnya.
Tersentuh
Keterlibatan Nancy sebagai kader KB berawal dari kekaguman melihat sejumlah ibu di RW tempat tinggalnya yang membantu penimbangan anak balita tahun 1984. Ia tertarik ikut aktif dalam pelayanan kesehatan anak balita.
"Saya tanya-tanya gimana cara jadi kader posyandu. Sejak saat itu, saya rajin memerhatikan perkembangan anak balita dan mulai memperkenalkan KB kepada ibu-ibu," tuturnya.
hatinya tersentuh melihat banyak anak balita yang kurang terurus dan kurang gizi. Ketika dia mencoba menanyakan kondisi anak itu kepada sang ibu, hatinya makin miris. "Mereka menjawab, siapa yang tak ingin memberi makan enak untuk anaknya. Namun, mereka tak punya uang untuk beli makanan bergizi."
Fakta itu membuat dia makin gencar mempromosikan makanan bergizi yang murah. Untuk menjangkau semakin banyak ibu miskin agar membawa anak mereka ke posyandu, dia dan kader lain urunan membuat bubur kacang hijau.
Fokus Nancy lalu berubah tatkala melihat banyak ibu yang hamil, sementara anaknya masih digendong. Nancy kemudian mengenalkan alat kontrasepsi. Keseriusannya mengajak para ibu memakai alat kontrasepsi mendapat sambutan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) setempat.
Dia diandalkan untuk mengajak para ibu ikut dalam pelayanan KB gratis dari pemerintah atau institusi lain. Awalnya, hanya beberapa ibu yang mau ikut KB.
"Ada juga ibu yang sudah mau ikut, tetapi begitu hari H, mereka sembunyi, enggak ada di rumah. Padahal, untuk mereka disediakan mobil jemputan dan tak bayar pemasangan alat kontrasepsi," ujarnya. Ia lalu meminta para ibu yang sudah ber-KB menceritakan positifnya KB kepada para tetangga.
Nancy selalu memantau kondisi ibu yang baru menggunakan alat KB. Jika ada keluhan seperti pusing atau pendarahan, ia antarkan mereka ke puskesmas. Tak jarang ia merogoh kocek sendiri untuk membiayai pengobatan para ibu atau anggota keluarganya. awalnya, mereka umumnya memilih pil. namun, karena lupa minum, banyak ibu yang hamil lagi.
Perlahan Nancy membujuk mereka untuk memakai implant, suntik, spiral, hingga tubektomi.
"Mereka malu jika diperiksa dokter. Namun, sekarang sudah banyak ibu yang memilih kontrasepsi mantap berjangka panjang."
Tetap bertahan
Meskipun banyak kaader KB yang berhenti karena merasa tak mendapat apa-apa, Nancy tetap bertahan. Keinginannya adalah semakin banyak pasangan yang bisa mengatur kelahiran anak agar mereka dapat berkonsentrasi meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Saya ingin para kaader KB itu diperhatikan pemerintah. Mereka dibutuhkan untuk mendukung suksesnya program KB di lapangan," kata Nancy yang mendapat insentif ssekitar Rp 150.000 per triwulan.
Masih ada satu keinginannya yang sampai kini belum terwujud. Dia berharap bisa mengajak pria di perkampungan miskin itu untuk ber-KB, terutama vasektomi. Pasalnya, ada ibu yang tak cocok denagn jenis alat kontrasepsi apa pun sehingga tak henti melahirkan.
"Inginnya ada satu pria saja yang mau vasektomi supaya menjadi contoh untuk kaum pria lainnya. namun, sampai sekarang belum ada yang mau," kata Nancy.
Nenek tujuh cucu ini sampai sekarang tak berhenti mendatangi rumah-rumah warga. Perkampungan miskin di Maccini Sombala yang diisi pendatang itu silih berganti warganya, tetapi mereka tetap membutuhkan Nancy untuk menyadarkan tentang manfaat ber-KB.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 26 JUNI 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar