EKO NUGROHO
Lahir : Karawang, Jawa Barat, 23 April 1980
Istri : Kanty Kusmayanty
Pendidikan :
- S-1 Statistika Universitas Padjadjaran, Bandung
- S-2 Ilmu Matematika Kaiserslautern University of Technology, Jerman
Penghargaan :
Termasuk 100 Youth, Women, dan Netizen Berpengaruh di Indonesia 2011 dari Komunitas Marketeers
Seringai Sultan Solo membuat pengusaha dari Sumatera Utara itu sadar telah membuat kesalahan. Rupanya dia membayar terlalu banyak untuk menggabungkan usaha pengolahan karet miliknya dengan kebun karet milik Sultan yang luas. Masalah berikutnya muncul saat tidak ada satu kapal pun di wilayah itu yang bisa mengangkut karet ke kota-kota yang sedang tumbuh di Pulau Jawa...."
OLEH DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Itulah deskripsi permainan papan (board game) berjudul Indonesia yang diterbitkan tahun 2005 oleh Splotter Spellen dari Belanda. Deskripsi yang janggal segera terjawab setelah mengetahui bahwa pengarang board game ini bukan orang Indonesia, melainkan orang Belanda bernama Jeroen Doumen dan joris Wiersinga. Tak ada orang Indonesia dalam pembuatan permainan tersebut.
Tidak berhenti sampai di sini, rupanya sudah banyak permainan papan menggunakan nama-nama di Indonesia yang diproduksi di luar negeri. Sayangnya, tidak satu pun yang mempromosikan keindahan pariwisata, kekayaan budaya, ataupun kuliner tanah air.
Ambil contoh permainan papan berjudul Expedition Sumatera. Diterbitkan tahun 2010, permainan papan ini menempatkan pemain sebagai pemburu dari dunia Barat yang berusaha menyelamatkan satwa nyaris punah dari Sumatera, dengan cara membabat hutan demi membuat jalan guna mencari satwa langka tersebut. Pemburu kemudian membawa satwa itu ke kapal dan membawanya pulang ke tempat asalnya.
Hampir sama dengan judul-judul permainan papan lainnya, ada lagi permainan yang menggunakan nama seperti Borneo, Papua, ataupun Batavia.
Kenyataan itu membuat Eko Nugroho sedih karena seharusnya permainan tersebut bisa membuat persepsi tentang Indonesia melenceng jauh dari kenyataan. Menurut dia, permainan papan berpotensi untuk memperkenalkan kekayaan Indonesia dengan cara yang paling disukai banyak orang, yakni bermain.
Itulah sebabnya, dia bersama Kummara, sebuah badan yang getol mempromosikan permainan papan di Indonesia, membuat sendiri permainan papan yang bercita rasa Indonesia, seperti Simpang Dago, Gelut Marmut, Mahardika, Kucing Sumput, ataupun Punakawan. Dalam dua tahun terakhir, sudah 12 judul permainan papan yang dikerjakan Eko bersama rekan-rekannya di Kummara.
Eko menjelaskan, permainan papan merupakan permainan yang kebanyakan dilakukan di atas permukaan datar, biasanya meja. Permainan papan melibatkan papan permainan, token, kartu, dan komponen pendukung lainnya.
Indonesia sebetulnya sudah lama mengenal permainan papan, seperti catur, monopoli, dan ular tangga. Padahal, selain itu, masih banyak jenis permainan papan yang bisa dimainkan dengan cara berbeda, baik menggunakan dadu maupun bergiliran.
Keprihatinan
Eko mulai terjun dalam dunia permainan papan saat dia kembali dari pendidikan pascasarjana Ilmu Matematika di Kaiserslautern University of Technology, Jerman, pada 2009.
Dia sudah akrab dengan permainan papan di Indonesia sewaktu belajar di Jerman.
Saat pulang, ia menyadari minat bermain papan di Indonesia harus ditumbuhkan. Jadilah ia membuka kafe Kummara (yang berarti berkumpul, bermain, dan bergembira) di daerah Ciumbuleuit, Bandung.
"Sambil menunggu, pelanggan kafe bisa bermain board game. Sayangnya, waktu itu kami menggunakan board game impor, katanya.
Respons yang didapatkan ternyata positif, pelanggan pun membeludak. Dari merekalah usulan membuat permainan papan sendiri muncul. Tantangan itu ditanggapinya dengan membuat papan permainan Simpang Dago (2010), yang dikemas ala kadarnya pada versi perdana. Kotak kemasan menggunakan plastik prakarya, tokennya dari kancing baju berwarna-warni.
Simpang Dago adalah persimpangan antara Jalan Dago (kini Ir H Djuanda) dan Jalan Dipatiukur. Di sini ada Pasar Simpang Dago. Pada saat itu, Simpang Dago dikenal dengan tumpukan sampahnya sebagai akibat darurat sampah setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah.
Eko justru menggunakan kekayaan kuliner di Pasar Simpang Dago, berupa makanan rakyat, sebagai daya tarik pemainnya. Selain itu, lalu lalang angkutan umum juga menjadi corak yang khas. "Permainan itu bisa mengubah persepsi pemainnya," kata Eko.
Proyek berikutnya adalah Mahardika, permainan papan yang mengambil tema sejarah Indonesia tahun 1928-1950. Eko dan Kummara menggarap permainan ini secara serius. Mereka melakukan riset agar pemain mendapat pengetahuan sembari bermain.
Dalam acara WordcampID 2011, Kummara bahkan memperkenalkan Wordpress Board Game, permainan papan berbasis alat membuat blog dan Content Management System (CMS). Pemain adalah seorang pengembang web yang harus memilih 70 plugin serta 18 themes website mereka.
Dengan kesibukan studio permainan papan yang terus meningkat, Eko lalu memutuskan menutup kafe Kummara demi mencurahkan segenap perhatian pada permainan papan. Badan hukum pun disiapkan dengan nama PT Arka Buana Kummara.
Serbuan
Salah satu alasan Eko merasa harus menggairahkan kembali permainan papan adalah kekhawatiran Indonesia sudah dikepung oleh produsen dunia. Ia mengungkapkan, produsen besar seperti Hasbro, Mattel, dan Lego sudah memperkenalkan permainan papan mereka di Indonesia, menggunakan jaringan distribusi toko buku. Tinggal menunggu waktu, promosi produsen besar ini menjadi agresif.
Selain itu, serbuan permainan papan dari China juga terjadi. Dengan harga yang lebih terjangkau, permainan papan dari China bisa dibeli dengan harga Rp 50.000-Rp 100.000 per buah.
"Pertanyaan selanjutnya, bagaimana produsen Indonesia bisa tumbuh dengan iklim tersebut?" ujarnya.
Solusi yang dia ambil adalah memperkuat produksi dari sisi konten. Berkaca dari munculnya permainan papan pulau yang sesungguhnya miskin konten. Eko membalik kerjanya dengan mengangkat konten lewat permainan.
Misalnya dengan membuat permainan papan Punakawan yang cocok dimainkan anak kecil karena melatih ingatan. Permainan ini diperkenalkan dalam acara Indonesia Bermain 2011. Sebanyak 100 papan seharga Rp 195.000 per buah langsung ludes dalam waktu 2,5 bulan.
Eko memperkirakan permainan papan bakal menjadi alternatif hiburan bagi keluarga menengah Indonesia yang ingin memberi anak mereka permainan yang sehat dan mendidik. Tak seperti permainan elektronik, permainan papan umumnya tak membuat pemain kecanduan atau berefek buruk lainnya. Permainan papan justru meningkatkan kepercayaan diri serta kemampuan bersosialisasi seseorang dengan pemain lainnya.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 10 JANUARI 2012.
"Sambil menunggu, pelanggan kafe bisa bermain board game. Sayangnya, waktu itu kami menggunakan board game impor, katanya.
Respons yang didapatkan ternyata positif, pelanggan pun membeludak. Dari merekalah usulan membuat permainan papan sendiri muncul. Tantangan itu ditanggapinya dengan membuat papan permainan Simpang Dago (2010), yang dikemas ala kadarnya pada versi perdana. Kotak kemasan menggunakan plastik prakarya, tokennya dari kancing baju berwarna-warni.
Simpang Dago adalah persimpangan antara Jalan Dago (kini Ir H Djuanda) dan Jalan Dipatiukur. Di sini ada Pasar Simpang Dago. Pada saat itu, Simpang Dago dikenal dengan tumpukan sampahnya sebagai akibat darurat sampah setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah.
Eko justru menggunakan kekayaan kuliner di Pasar Simpang Dago, berupa makanan rakyat, sebagai daya tarik pemainnya. Selain itu, lalu lalang angkutan umum juga menjadi corak yang khas. "Permainan itu bisa mengubah persepsi pemainnya," kata Eko.
Proyek berikutnya adalah Mahardika, permainan papan yang mengambil tema sejarah Indonesia tahun 1928-1950. Eko dan Kummara menggarap permainan ini secara serius. Mereka melakukan riset agar pemain mendapat pengetahuan sembari bermain.
Dalam acara WordcampID 2011, Kummara bahkan memperkenalkan Wordpress Board Game, permainan papan berbasis alat membuat blog dan Content Management System (CMS). Pemain adalah seorang pengembang web yang harus memilih 70 plugin serta 18 themes website mereka.
Dengan kesibukan studio permainan papan yang terus meningkat, Eko lalu memutuskan menutup kafe Kummara demi mencurahkan segenap perhatian pada permainan papan. Badan hukum pun disiapkan dengan nama PT Arka Buana Kummara.
Serbuan
Salah satu alasan Eko merasa harus menggairahkan kembali permainan papan adalah kekhawatiran Indonesia sudah dikepung oleh produsen dunia. Ia mengungkapkan, produsen besar seperti Hasbro, Mattel, dan Lego sudah memperkenalkan permainan papan mereka di Indonesia, menggunakan jaringan distribusi toko buku. Tinggal menunggu waktu, promosi produsen besar ini menjadi agresif.
Selain itu, serbuan permainan papan dari China juga terjadi. Dengan harga yang lebih terjangkau, permainan papan dari China bisa dibeli dengan harga Rp 50.000-Rp 100.000 per buah.
"Pertanyaan selanjutnya, bagaimana produsen Indonesia bisa tumbuh dengan iklim tersebut?" ujarnya.
Solusi yang dia ambil adalah memperkuat produksi dari sisi konten. Berkaca dari munculnya permainan papan pulau yang sesungguhnya miskin konten. Eko membalik kerjanya dengan mengangkat konten lewat permainan.
Misalnya dengan membuat permainan papan Punakawan yang cocok dimainkan anak kecil karena melatih ingatan. Permainan ini diperkenalkan dalam acara Indonesia Bermain 2011. Sebanyak 100 papan seharga Rp 195.000 per buah langsung ludes dalam waktu 2,5 bulan.
Eko memperkirakan permainan papan bakal menjadi alternatif hiburan bagi keluarga menengah Indonesia yang ingin memberi anak mereka permainan yang sehat dan mendidik. Tak seperti permainan elektronik, permainan papan umumnya tak membuat pemain kecanduan atau berefek buruk lainnya. Permainan papan justru meningkatkan kepercayaan diri serta kemampuan bersosialisasi seseorang dengan pemain lainnya.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 10 JANUARI 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar