Kamis, 26 Januari 2012

Netty Prasetiyani: Kampanye dan Pemberdayaan Korban KDRT


HJ NETTY PRASETIYANI 
Lahir: Jakarta, 15 Oktober 1969
Pendidikan:
- Jurusan Geografi, Fakultas MIPA Universitas Indonesia
- STBA LIA Jurusan Bahasa Inggris
- Pascasarjana Program Kajian Wanita UI  
- Program Doktoral Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung
Suami: Ahmad Heryawan
Anak:
- Khobbab
- Salman
- Khodijah
- Abdul Halim  
- Shofia
- Abdul Hadi

Komitmen Netty Prasetiyani memelopori perlindungan anak dan perempuan seperti menemukan jalan di jalur Bandung-Purwakarta-Bekasi. Desember lalu, bersama sejumlah komunitas sepeda atau "Bikers" Bandung, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Jawa Barat ini bersepeda sepanjang 90 kilometer untuk melakukan kampanye "Stop Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak!".

OLEH DEDI MUHTADI

Aktivitas di bawah terik matahari itu menarik perhatian, baik bagi para pesepeda maupun warga yang disinggahi untuk kampanye. Di kota Purwakarta, misalnya, rombongan berhenti istirahat sambil berkampanye di depan keluarga Ikatan Bidan Indonesia Cabang Purwakarta.
     Khusus pesepeda memang memiliki komitmen menyelamatkan Bumi. Namun, ketika mereka dikenalkan pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), banyak yang terkaget-kaget. Misalnya, penelantaran ekonomi seperti tidak memberikan biaya hidup sehari-hari termasuk salah satu tindakan KDRT.
     "Ternyata banyak sekali elemen masyarakat yang belum terpapar dengan KDRT," ungkap Netty, yang juga Ketua Forum Pendidikan Anak Usia Dini Jawa Barat (Jabar) saat evaluasi kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada awal Januari lalu di Gedung Sate, Bandung. 
     Ketika mereka bergabung dalam kampanye, bikers juga memiliki karakter yang berbeda. Misalnya Jejak (Jelajah Jalan Setapak), yakni komunitas pesepeda yang senangnya mencari jalur-jalur setapak yang kecil. Ada pula komunitas Matador (Manggih Tanjakan Dorong-ketemu tanjakan dorong sepeda), dan Sasusu (Sepeda Suka-suka) dengan sepedanya yang bermacam-macam dan kalau ketemu jajanan di jalan mereka berhenti untuk makan.
     Begitu mendengar tentang KDRT, mereka seperti tersadar dan  beranggapan, begitu pentingnya menyayangi keluarga, menyayangi istri dan anak. Dalam konteks preventif, pengetahuan terhadap KDRT perlu agar seseorang jangan sampai menjadi korban dulu baru tahu definisi kekerasan.
     Jumat (13/1), Netty juga bersepeda dengan komunitas lainnya ke Warung Bandrek (Warban), Dago, Bandung Utara, lokasi yang terkenal di kalangan pesepeda.
     "Mereka tak bisa disatukan sehingga kami harus dekati per komunitas," ujar Ketua Bank Mata Indonesia Cabang Utama Jabar ini.

Berpacu dengan waktu

     Kampanye bersama komunitas sepeda hanya salah satu cara Netty mengampanyekan perlindungan terhadap perempuan dan anak.P2TP2A harus berpacu dengan waktu secara terus-menerus. Pasalnya, lingkungan masyarakat sudah kecanduan kekerasan.
     Pembina Gerakan Sadar Media ini melihat, betapa ibu-ibu dan anak-anak ibaratnya sarapan dengan darah, golok, dan pisau sebab setiap hari sebelum tidur, mereka juga disuguhi kekerasan di media, terutama televisi. Malam hari sebelum tidur, mereka juga disuguhi kekerasan, termasuk mengkritisi pemerintah lewat kekerasan dengan menganiaya diri sendiri.
     Untuk menurunkan kekerasan memang perlu komitmen dan kemauan politik dari pemerintah. Wujud komitmen itu adalah kelembagaan yang memelopori dan memimpin.
     "Omong kosong kalau kita ingin menurunkan tingkat kekerasan, tapi tidak ada lembaga yang bertanggung jawab atau tak ada leading sektornya," ujar Netty yang juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Jabar ini.
     Oleh karena itu, Maret 2010 didirikanlah P2TP2A Jabar yang berupaya menyediakan rumah perlindungan bagi anak. Pendirian lembaga ini didasari banyaknya kasus, misalnya trafficking. Selama tahun 2005-2009, di Jabar terdapat 764 kasus.
     Sejatinya, perlindungan itu harus ada dalam keluarga dan di masyarakat. Namun, ketika kesadaran itu belum tumbuh, perlu lembaga mediator dan fasilitator yang berupaya menurunkan tingkat kekerasan itu.
     Walaupun baru berdiri, P2TP2A harus berkejaran dengan berbagai kasus yang terus bermunculan. Sebagai ketua dan pendiri, Netty berlari kesana-kemari untuk memaparkan tentang pentingnya menyayangi keluarga.
     Dia kerap menjadi pembicara di berbagai strata sosial, mulai dari perguruan tinggi, birokrat, perusahaan swasta, hingga pedesaan. Senin (16/1), misalnya, ia memberikan pengarahan di Kesatuan Gerak PKK Desa Kuta Pohaci, Kabupaten Karawang.
    Selain membangun gerakan bersama mencegah dan menghapus tindakan kekerasan, P2TP2A berupaya membangun jejaring dan menggali potensi masyarakat dalam upaya mencegah dan menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Melalui kerja kerasnya, kini P2TP2A sudah terbentuk di 25 kabupaten/kota di Jabar.

Terbesar "trafficking"

    Sejak P2TP2A Jabar berdiri, mereka telah menangani 215 kasus, sebagian besar trafficking 159 orang , KDRT 33 orang, pelecehan seksual anak 9 orang, sisanya penculikan anak dan perempuan telantar. Lembaga ini dibuat amat ramping dan hanya ditangani delapan ibu, termasuk Netty.
     Ketika ada korban yang dititipkan di shelter P2TP2A, ada konselor dan relawan yang terus mendampingi para korban selama masa rehabilitasi.
     Selama menangani kasus, P2TP2A Jabar memperoleh pengalaman menarik. Adagium yang menyebutkan kekerasan muncul dari kantong-kantong kemiskinan, seperti Indramayu, dan daerah pertanian Karawang, ternyata tak selalu tepat. Kasus sebagian besar justru terjadi di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
     Dari kasus KDRT  yang ditanganinya selama 2011, sebagian besar korban tidak bekerja. Alasannya juga sering kali tidak masuk akal. "Malah ada seorang pejabat eselon dua tiba-tiba meninggalkan keluarganya hanya  karena istri yang sudah memberinya tiga anak itu menderita kanker payudara dan divonis harus dioperasi," ungkap Netty.
     Selain itu tingkat pendidikan dari korban yang mengalami KDRT ternyata datang dari golongan berpendidikan tinggi. Jadi, tak sepenuhnya benar jika dikatakan korban KDRT hampir selalu datang dari keluarga kalangan menengah ke bawah.
     Untuk itulah, upaya yang dilakukan P2TP2A tidak hanya menjemput dan memulangkan korban ke rumahnya. Menurut Netty, korban pun memerlukan pemberdayaan ekonomi agar tak kembali menjadi korban KDRT.
     Setelah ditangani dan dinyatakan sembuh secara sosial, mereka dikembalikan kepada keluarga. Korban kemudian diberi pelatihan keterampilan sesuai minatnya. P2TP2A antara lain menyediakan pelatihan wirausaha, tata rias dan memasak, serta pelatihan membordir. P2TP2A juga bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk menyalurkan binaan mereka masuk ke dunia kerja.
     Tugas paling berat dari para relawan P2TP2A, menurut Netty, adalah pemantauan dan pendampingan korban. "Soalnya, ketika mereka diberi bantuan modal, ada yang malah dibelikan sepeda motor dan handphone untuk SMS, Facebook, serta main game."

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT 27 JANUARI 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar