Senin, 09 Januari 2012

Liang Kaspe : "Bidan" di Kebun Binatang Surabaya

LIANG KASPE

Lahir : Surabaya, 24 November 1954
Pendidikan :
- SD sampai SMA Yayasan  Dapena, Surabaya, 1960-1972
- S-1 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, 1973-1981
Pekerjaan :
- Dokter hewan Kebun binatang Surabaya, 1981-kini
- Berturut-turut sebagai kepala kesehatan satwa, kepala penelitian dan 
  pengembangan, kepala nutrisi, kepala kesehatan hewandi Kebun Binatang
  Surabaya,1984-2003
- Kepala konservasi Kebun Binatang Surabaya, 2003-2006
- Kepala unit kesehatan hewan, 2006-Juni 2011
- Kepala Bagian Rumah Sakit Hewan Setail Kebun Binatang Surabaya, Juni 
  2011-kini
  
Menemani persalinan induk satwa liar, seperti singa, harimau, jerapah, kuda nil, babi rusa, orangutan, gajah, dan beruang madu, atau ketika melakukan operasi caesar bagi bayi anoa, merupakan momentum paling membahagiakan bagi Liang Kaspe. Hal itu dialaminya selama menjadi dokter hewan di Kebun Binatang Surabaya sejak 1981 sampai kini.

OLEH IDHA SARASWATI DAN NAWA TUNGGAL

"Persalinan satwa liar selalu membutuhkan ketenangan. Satwa liar selalu melahirkan pada malam hari," kata Liang Kaspe, ketika ditemui di ruang kerjanya sebagai Kepala Bagian Rumah Sakit Hewan Setail, yang menjadi salah satu bagian usaha Kebun Binatang Surabaya (KBS).
     Ketenangan itu kini juga menjadi "barang mahal" bagi  para karyawan KBS. Sejak tahun 2000, kebun binatang itu dilanda konflik di antara para pemimpin pengelolanya.
     Hingga kini konflik masih berujung pada hal yang menyedihkan. Publik pun mendengar kuatnya rencana penutupan kebun binatang itu untuk dialihkan menjadi hotel atau bangunan pusat keramaian kota lainnya.
     Lokasi KBS ini memang strategis di tengah Kota Surabaya. Tepatnya di Jalan Setail No 1, Kecamatan Wonokromo, di jalur lalu lintas utama tengah Kota Surabaya.
     KBS didirikan pada 31 Agustus 1916 dengan nama Soerabaiasche Planten-en Dierentuin (Kebun Botani dan Binatang Surabaya). Kini KBS memiliki koleksi sekitar 4.000 satwa dengan 351 jenis di area seluas 153.560 meter persegi.
     Menurut Liang Kaspe, sertifikat tanah KBS sejak lama menjadi milik Pemerintah Kota Surabaya. "Semoga Wali Kota Surabaya, didukung sepenuhnya warga Surabaya dapat segera mengambil alih kebun binatang ini, dan segera menyelamatkan satwa-satwa yang semakin tergganggu. Bahkan, di antara satwa itu banyak yang mati," ujar Liang. Ia enggan lebih jauh membahas soal konflik itu.

Bayi jerapah

     Liang Kaspe menjadi dokter hewan KBS selulus kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1981. Pada  masa awal bekerja, yang paling berkesan antara lain saat menunggu proses persalinan induk jerapah (Giraffa camelopordalis) dan risiko yang harus diterima Liang untuk merawat bayinya hingga dewasa.
     "Proses persalinannya lama, sampai 1,5 jam. Pertama-tama kaki bayi jerapah keluar, disusul kepala, hingga seluruh badannya," katanya.
     Ia takjub, mengapa proses kelahiran bayi jerapah sangat pelan. Ada peristiwa mengagumkan ketika posisi kepala keluar. Pertama kali bagian mulut keluar, lidahnya tampak menjulur ingin menjilat-jilat.
     "Ketika seluruh badan keluar, bayi jerapah terjatuh di tanah. Tetapi, tiba-tiba saja induknya berlari meninggalkan bayinya hampir selama 30 menit," ceritanya.
     dengan handuk Liang mengusap-usap bayi jerapah yang ditinggalkan induknya itu. Di situlah terjadi kesalahan pertamanya memperlakukan bayi satwa liar.
     "Setelah bayinya saya sentuh, induk jerapah tidak mau menyentuh dan menyusui bayinya. Saya kemudian yang harus merawat bayi jerapah itu hingga dewasa," katanya.
     Ia tertawa saat mengenang betapa tingginya bayi jerapah, melampaui tinggi badannya. Pada saat menyusuinya, ia harus menyeret kursi atau bangku untuk dinaiki sambil menjulurkan dot susu ke mulut bayi jerapah itu. Saat terlahir, tinggi bayi jerapah mencapai 155 sentimeter, hampir sama dengan tinggi badan Liang.
     Ia lalu mempelajari perilaku induk jerapah. Induk jerapah akan berlari meninggalkan bayinya yang baru lahir untuk mengamankan wilayah di sekitarnya. Sekitar 30 menit kemudian, asalkan belum ada makhluk lain yang menyentuh bayinya, induk itu akan kembali untuk menjilat-jilat dan menyusui bayinya.
     Persalinan kuda nil (Hipopotamus amphibius) juga menjadi pengalaman mengesnkan bagi Liang. Ia mengatakan, ilmu pengetahuan yang dipelajarinya selama di bangku kuliah terasa sangat kurang.
     "Di tengah malam saya menunggui induk kuda nil yang akan melahirkan. Saya cemas ketika induk kuda nil terlihat akan melahirkan, tetapi tiba-tiba saja ia masuk ke dalam kolam," katanya.
     Liang pun khawatir soal keselamatan bayi kuda nil di dalam air. Ia menyaksikan saat induk kuda nil merejang. Bayinya keluar melesat seperti roket air hingga terlempar smpai dua meter di dalam air.
     induk kuda nil buru-buru berbalik arah dan berenang mencari bayinya. Dengan kepalanya, induk kuda nil kemudian "membopong" bayinya hingga menyembul ke permukaan air sehingga bayinya bisa bernapas dengan baik.
     "Sungguh, ini suatu pengalaman sangat berharga menyaksikan kelahiran satwa liar yang tidak mudah dilihat setiap orang," katanya.

Tertumpuk di gudang

    Liang tak bisa menghapal tahun-tahun kelahiran puluhan, bahkan seratus lebih, satwa liar yang telah "dibidaninya". Tetapi, dia menuliskan semuanya dalam berkas laporan yang kini masih tertumpuk di gudang KBS.
     Seperti pengalaman persalinan anoa (Bubalus depressicornis) yang harus dioperasi caesar. Ketika itu bobot bayi anoa dalam kandungan berlebih sehingga menyulitkan proses kelahirannya sehingga diputuskan untuk mengoperasi caesar induk anoa. Induk dan bayi anoa pun selamat.
     Liang juga terkenang saat tiga tahun pertama bekerja. Ia selalu ditemani bayi singa dari hasil persalinan satwa liar yang dialami pertama kalinya ketika masuk KBS tahun 1981.
     "Bayi singa itu diberi nama Winggo, selalu menemani ke mana pun saya pergi selama di kebun binatang. Winggo layaknya anjing yang lucu dan setia," katanya.
     Literatur perilaku dan pakan satwa liar di KBS sangatlah minim. Ketika kuliah pun yang dipelajari Liang bukanlah perihal satwa liar, tetapi satwa domestik seperti hewan ternak untuk konsumsi manusia.
     Liang tak seperti orang buta yang meraba-raba. Dia memanfaatkan literatur "berjalan", yaitu para keeper atau perawat satwa. Dari situlah dia belajar banyak mengenai satwa-satwa liar.
     KBS, bagi Liang, merupakan gudang pengetahuan perilaku satwa liar. masyarakat luas pun berhak mengetahuinya.
     Keberadaan KBS di tegah Kota Surabaya justru mendekatkan pengetahuan itu kepada masyarakat. Bagi Liang Kaspe, mengetahui banyak pengetahuan tentang satwa liar menambah bijak sikap manusia.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 9 JANUARI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar