DEWI SUSILA
Lahir: Tanjung Morawa, Sumatera Utara, 25 April 1979
Pendidikan:
- SDN 064034 Medan Johor, lulus 1991
- SMPN 13 Medan, 1994
- Sekolah Perawat Kesehatan/SPK (kini Politeknik Kesehatan/Poltekes) Medan
1997
- D-1 Kebidanan Poltekes Medan, 1998
- D-3 Akademi Kebidanan Medistra Lubuk Pakam, Deli Serdang, 2011
Suami: Indra Utama Damanik (42)
Anak:
- Yoga Utama Damanik (11)
- Aditya Utama Damanik (9)
- Fayza Dila Utama Damanik (7)
- Syafana Zahrain Damanik (5)
Pencapaian:
- Bidan Desa Terbaik Kabupaten Deli Serdang, 2009
- Bidan Desa Siaga Terbaik di Sumatera Utara, 2010
- Srikandi Award dari Ikatan Bidan Indonesia, 2011
Dia menerobos kebekuan masyarakat dalam menyikapi ancaman bahaya HIV/AIDS. Dia berjuang dengan terlibat langsung dalam kegiatan remaja sambil menyosialisasikan dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap HIV/AIDS. Dialah bidan Dewi Susila, motor penggerak penyadaran masyarakat, terhadap bahaya HIV/AIDS.
OLEH MOHAMMAD HILMI FAIQ
Perjuangan perempuan berusia 33 tahun ini mendapat simpati dan apresiasi orang. Tahun 2011, Ikatan Bidan Indonesia mengukuhkan Dewi sebagai penerima Srikandi Award, penghargaan bagi bidan-bidan inspiratif. Sejumlah penghargaan tingkat kabupaten dan provinsi pun diraihnya.
"Saya melakukan semua ini agar masyarakat bisa hidup lebih sehat dan sadar bahaya HIV/AIDS," ujar Dewi, bidan di Desa Tanjung Morawa A, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kecamatan Tanjung Morawa merupakan daerah industri yang berlokasi sekitar 40 kilometer dari Kota Medan. Sebagian dari mereka mengonsumsi obat terlarang dan melakukan seks bebas.
Tahun 2006, setelah bertugas di pedalaman Tapanuli Selatan dan pindah ke Puskesmas Tanjung Morawa, Dewi menemukan fakta pahit tentang desanya. Suatu hari ia diajak jalan-jalan Kepala Pengelola Voluntary Counseling Test dan Infeksi Menular Seksual Puskesmas Tanjung Morawa Nur Hayati Kamal. Ia mendapati gubuk-gubuk kecil yang digunakan sebagai tempat praktik prostitusi.
Ia pun bertemu gadis-gadis belia yang bekerja di kafe-kafe sebagai pramusaji sekaligus teman minum para tamu. Sebagian dari mereka merangkap sebagai pekerja seks komersial.
"Mereka masih kecil, dadanya pun belum mengembang sempurna," katanya prihatin. Ia lalu meminta para remaja itu untuk memaksa tamunya memakai kondom karena mereka berpotensi tertular HIV/AIDS.
Dewi, anak pertama dari enam bersaudara ini, sadar betul bahaya HIV/AIDS. Apalagi, saat itu tercatat 139 warga Tanjung Morawa positif HIV/AIDS, tertinggi di Deli Serdang.
Dewi semakin tersentak ketika mendapati fakta satu keluarga muda semuanya positif HIV/AIDS. Padahal, mereka baru menikah dua tahun dan anaknya belum genap setahun. Sumber virus itu berasal dari sang suami yang pengguna narkoba dengan jarum suntik.
"Bahaya ini mungkin menimpa anak-anak saya, makanya kaum muda harus mempunyai benteng diri," kata ibu empat anak ini.
Ia tergerak menularkan kesadaran itu. Mulailah Dewi mendekati para remaja. Ia datangi tempat-tempat remaja berkegiatan. Tak peduli berapa jumlah remaja yang ada, kadang hanya lima-tujuh orang, ia tetap memberi tahu mereka akan bahaya HIV/AIDS.
Kumpulkan warga
Merasa kurang efektif, Dewi lalu meminta bantuan aparat desa dan Puskesmas Tanjung Morawa untuk menggelar sosialisasi besar-besaran. Sekitar 100 warga berkumpul di Gelanggang Olahraga Blumei Tanjung Morawa.
Ia mengundang kapolsek, pejabat dinas kesehatan, dan ustadz untuk memberikan penjelasan mengenai bahaya HIV/AIDS. Warga antusias dan mendukung acara serupa dilanjutkan.
Acara ini seolah menjadi pintu masuk munculnya dialog antara masyarakat dan Dewi mengenai HIV/AIDS. Dari sini, ia pun mengetahui cara pandang orangtua terhadap perilaku dan kehidupan anak mereka. Umumnya, orangtua belum memahami gaya hidup yang rentan terhadap HIV/AIDS. Pada titik itulah, ia menularkan pengetahuannya agar masyarakat waspada.
Tak hanya orangtua, banyak remaja yang lalu berkonsultasi kepada Dewi saat mereka terlibat masalah dengan pacar. Tak cuma menemui, ia pun tak keberatan menerima telepon dari mereka.
Dewi kemudian memperluas jaringan. Ia bekerja sama dengan sejumlah organisasi bersegmen remaja. Dibantu Pramuka Sumut, dia menggalang acara kemah dan outbond bertajuk "Kegiatan Santai Peduli Kesehatan Remaja Tanjung Morawa" atau "Kesan Pertama" sejak Oktober 2010. Acara ini berisi lomba masak, tali-temali, morse, dan dinamika kelompok.
Kegiatan yang rutin digelar sebulan sekali itu diikuti puluhan remaja di kampung masing-masing. Pada akhir tahun, "Kesan Pertama" digelar lebih besar dengan menghadirkan ratusan remaja dari sejumlah desa. Dewi dan rekan-rekan pun melibatkan peserta guna menciptakan suasana semenarik dan semenyenangkan mungkin.
Materi yang disampaikan pada "Kesan Pertama" antara lain tentang kesehatan reproduksi, perilaku hidup sehat, motivasi kepemimpinan, dan penyalahgunaan narkoba. Mantan pengguna narkoba pun dia ajak bergabung untuk berbagi pengalaman tentang betapa merananya menjadi pecandu dan bahaya HIV/AIDS.
"Kesan Pertama" melahirkan para remaja yang menjadi agen penerus informasi kepada rekan sebayanya tentang kesehatan dan bahaya HIV/AIDS. Mereka seolah menjadi konselor sebaya.
Dewi juga masuk ke lingkungan waria dengan pendekatan yang hampir sama. Kaum waria yang umumnya senang hiburan diundangnya dalam acara musik organ tunggal atau sejenisnya. Lalu, dia menyelipkan sosialisasi kesehatan dan bahaya HIV/AIDS. Hasilnya, puluhan waria kini terbuka tentang kondisi kesehatan mereka dan mau berkonsultasi.
Gedoran Dewi terus menunjukkan gejala positif dalam masyarakat. Para remaja makin intens saling mengingatkan sesamanya akan bahaya HIV/AIDS. Para orangtua pun bersatu membantu organisasi Warga Peduli AIDS.
Dibantu Komisi Penanggulangan AIDS Deli Serdang, warga siaran dua kali sepekan di Radio Anugerah dan radio pemerintah Deli Serdang. Tema pokoknya adalah pencegahan penularan HIV/AIDS.
Kesadaran yang tinggi terhadap pencegahan HIV/AIDS ini mendorong pemerintah pusat menjadikan Puskesmas Tanjung Morawa sebagai satu-satunya puskesmas di Sumut yang mempunyai klinik metadhon.
Klinik ini menyediakan fasilitas konseling dan terapi pengguna narkoba. Sebelumnya, klinik serupa hanya ada di Rumah Sakit H Adam Malik di Medan.
"Saya akan berusaha dan berharap agar proses edukasi terhadap pencegahan HIV/AIDS ini bisa terus memasyarakat," kata Dewi yang ingin punya stasiun radio sendiri agar lebih leluasa mengampanyekan pentingnya kesehatan ini bagi masyarakat.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 3 JULI 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar