Jumat, 13 Juli 2012

Tedi Ixdiana: Memperkenalkan Pesona Panjat Tebing

TEDI IXDIANA
Lahir: Bandung, 22 September 1971
Pendidikan:
- SD Jatihandap, Bandung, lulus 1985
- SMP 4 Bandung, 1987
- SMA 7 Bandung, 1990
- Sekolah Tinggi Teknik Mineral Indonesia, 1990-1993 (tidak lulus)
- Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 1993-1995 (tidak lulus)
- Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Padjadjaran, 1995-1998 
  (tidak lulus) 

Bagi Tedi Ixdiana, tebing menjadi ruang kelas untuk menjaga lingkungan, menyelamatkan korban kecelakaan, hingga meningkatkan penghasilan masyarakat setempat. Sayang jika potensi ini tidak dikenal masyarakat Indonesia.

OLEH CORNELIUS HELMY

Salah satu ruang kelas favorit Tedi adalah perbukitan karet Citatah di Bandung Barat. Dengan batuan kapur yang solid, karst Citatah ideal untuk dijadikan arena pemanjatan. Sebagai pemanisnya, kawasan ini pernah menjadi rumah bagi fosil hewan laut sekitar 27 juta tahun lalu dan kuburan manusia prasejarah sejak 10.000 tahun lalu.
    "Akan tetapi, keberadaannya justru sedang terancam penambangan kapur. Banyak bukit dan gunung kapur rusak akibat bom atau garukan alat berat. Lewat panjat tebing, saya ingin menjaga keberadaan kawasan ini," katanya.
      Mulai tahun 1988, pemanjatan di Citatah mulai dia lakukan bersama beberapa rekannya. Tidak hanya para pencinta alam, peneliti dan seniman juga diajak ikut serta merasakan sensasi yang sama.
     Citatah bahkan kerap digunakan sebagai tempat upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Beberapa tebing yang menjadi favorit pemanjat adalah Tebing 125, Pasir Karangpanganten, Pasir Masigit, Pasir Hawu, dan Pasir Manik. Sekarang ada sekitar 200 jalur panjat di kawasan tersebut.
     "Semakin banyak orang yang peduli dan memanfaatkan tebing kapur, pasti akan membuat kelestarian kawasan karst Citatah tetap terjaga," ujarnya.
   Ruang kelas lain bagi Tedi adalah Tebing Siung di Gunung Kidul, Yogyakarta. Meski memiliki bentang alam yang unik, kawasan ini relatif belum terjamah. Padahal, tebing karang yang berbatasan dengan panorama laut selatan Jawa tersebut bisa menjadi paket menarik bagi pemanjat dan wisatawan.
     "Selain buruknya infrastruktur, masyarakat setempat belum paham tentang konsep wisata," kata Tedi.
     Promosi pun dia lakukan dengan membuat 60 jalur pemanjatan dengan tingkat kesulitan berbeda-beda. Bersama pemanjat tebing dari sejumlah daerah, Tedi kerap melakukan pemanjatan bersama untuk lebih memperkenalkan kawasan ini.
     Selain itu, pendekatan wisata juga dilakukan kepada warga setempat. Harapannya, warga mau menyediakan tempat penginapan, rumah makan, hingga memelihara kebersihan di sekitar tebing.
     "Sekarang, dukungan infrastruktur membaik dengan pengaspalan jalan sekitar 6 kilometer menuju lokasi tersebut. Berbagai kegiatan, seperti jambore pramuka, juga kerap dilakukan di Siung. Semoga masyarakat bisa sejahtera, tebing pun terjaga," tuturnya.

Menolong

     Sekitar 25 tahun lalu, dunia panjat tebing hanya dikenal Tedi lewat majalah dan koran. Dari bacaan tersebut dia tahu, pemanjatan tebing tidak hanya memberi seseorang pengetahuan tentang indahnya Indonesia, tetapi juga dapat menyelamatkan nyawa manusia.
     "Dari majalah dan koran itu, saya baca ekspedisi tim Jayagiri di Gunung Eiger serta evakuasi korban kecelakaan di Gunung Salak. Saya kagum karena semuanya dilakukan dengan teknik yang saya belum pernah tahu sebelumnya," kata Tedi.
     Dia lantas tertantang menjajalnya secara otodidak. Ilmu dan pengenalan dasar banyak dia dapatkan dari film dan buku panjat tebing yang didapatnya dari pasaar loak. Tebing Cisanggarung setinggi 60 meter di Kabupaten Bandung pun menjadi arena panjat pertama Tedi bersama beberapa rekannya pada 1987.
      "Peralatan panjat saya dapatkan dari mana saja. Beberapa alat kami buat sendiri, tetapi banyak juga yang dibeli dari pasar loak. Biasanya itu alat bekas tentara," ungkap Tedi.
     Pertemuannya dengan sesama pemanjat membawa dia pada Sekolah Panjat Tebing Skygers, Bandung, tahun 1989. Di tempat ini, Tedi mendapat banyak pengetahuan dasar dan lanjutan mengenai pemanjatan yang aman.
     "Dulu, kalau memanjat tebing, semua alat yang saya punya pasti dibawa. Tetapi, dengan pengenalan teknik di Skygers, saya bisa punya perhitungan alat apa yang harus dibawa sesuai tingkat kesulitannya," katanya.
     Di Skygers, dia bertemu banyak kawan sesama pemanjat tebing dan pencinta alam. Beragam kegiatan, dari pemanjatan bersama hingga tindakan penyelamatan korban hilang atau kecelakaan di gunung, dia lakoni. Seperti cita-citanya dulu, dia mendalami penyelamatan di daerah terjal (vertical rescue) yang bertujuan menolong korban jatuh atau terperosok dalam lubang atau jurang sempit.
     "Mimpi menolong manusia lewat panjat tebing perlahan diwujudkan. Tidak ada kepuasan lebih besar dibandingkan saat kita terlibat menyelamatkan orang lain," ujar Tedi yang kerap ikut melakukan evakuasi korban kecelakaan di Gunung Salak, Gunung Cikuray, dan Gunung Gede.
     Keahlian Tedi dalam vertical rescue mendapat perhatian dari banyak pihak, salah satunya Tentara Nasional Indonesia. Sejak tahun 1993, dia menjadi instruktur pelatihan vertical rescue satuan-satuan elite TNI. Dia memperkirakan, kini ada ribuan personel TNI yang paham tentang dasar dan teknik vertical rescue. Sekali lagi, ruang kelasnya adalah tebing di karst Citatah dan Gunung Parang di Bandung Barat.

1.000 jalur

    Tedi mengatakan, kiprahnya memperkenalkan panjat tebing tidak akan berhenti begitu saja. Dia tak ingin panjat tebing hanya digeluti pencinta alam atau tentara. Jika dikelola dengan baik, panjat tebing bisa menjadi kawasan wisata hingga hobi yang bisa dimanfaatkan siapa saja.
     Dia mencontohkan maraknya aktivitas panjat tebing di Batu Cave, Malaysia, sampai Kerabi dan Phuket di Thailand. Peserta panjat tebing itu beragam, mulai pencinta alam hingga ibu rumah tangga dan anak-anak.
     Bahkan, Singapura yang hanya punya satu tebing alam setinggi 25 meter di Bukit Timah pun ammpu meluluskan 1.000 pemanjat dari berbagai kalangan.
     Oleh karena itu, setidaknya untuk mewujudkan hasil yang sama, Tedi pun giat mendata dan membuat jalur baru pemanjatan tebing di seluruh Indonesia. Targetnya adalah mendata 1.000 jalur pemanjatan yang telah dia lakukan sejak tahun 1983. Hingga Juli 2012, dia sudah mendata 935 jalur pemanjatan di sejumlah daerah di Indonesia.
     "Potensi arena panjat tebing di Indonesia sangat beragam. Di sini ada Batu Layar di Laut Natuna hingga puncak Carstenz di Papua. Keistimewaan tersebut tidak dimiliki negara lain, tetapi belum bisa kita manfaatkan dengan baik," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 13 JULI 2012

2 komentar: