Bambang Wishnu Wardhono
Lahir : Pematang Siantar, 17 Desember 1955
Pendidikan :
- Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, 1981
- Magister Manajemen Universitas HKBP Nommensen, Kampus Pematang Siantar, 2010
Istri : Gita Handayani
Anak :
- Tommy Widyan Hardianto
- Winda Dwi Julianti Pratiwi
- Chintya Kartika Indri Astari
- Rizky Aditya
Pekerjaan : Manajer Kebun Sidamanik PTPN IV
Biasanya ada dua tempat utama bagi mereka yang bekerja di perusahaan perkebunan negara. Pertama, mereka ditempatkan untuk mengurusi tanaman, yang berarti menjadi orang kebun. Kedua, mereka ditempatkan mengurusi pengolahan, yang berarti menjadi orang pabrik. Manajer Kebun Sidamanik PPN IV Bambang Wishnu Wardhono menjalani keduanya.
OLEH KHAERUDIN
Lulus dari jurusan Teknologi Hasil dan Mekanisasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tahun 1981, Bambang bekerja di PTPN VIII yang bisnis intinya adalah kebun teh. Ketika itu, PTPN VIII belum di merger menjadi PTPN IV.
"Pertama bekerja, saya menjadi asisten tanaman di kebun Tobasari (Simalungun). Tiga tahun saya mengurus tanaman," ujarnya.
Tahun 1985 Bambang menjadi asisten pengolahan di Kebun Bah Butong, juga di Simalungun. Ini berarti ia harus bekerja di pabrik teh Kebun Bah Butong. Dari sinilah kisahnya sebagai salah seorang tea taster, penguji cita rasa teh dimulai.
"Bekerja di pabrik berarti kami tak punya banyak waktu luang untuk berbagai kegiatan di luar pekerjaan. Kalau mengurus tanaman, biasanya setiap akhir pekan kami bisa (pesiar) ke Pematang Siantar. Tetapi kalau di pabrik tak ada waktu seperti itu, hari Minggu pun harus bekerja," katanya.
Kebun teh yang diurus PTPN VIII hampir semuanya aberada di wilayah Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Sidamanik terletak di dataran tinggi sebelah timur Danau Toba. Suasana pedesaan yang relatif sepi membuat hiburan bagi pekerja perkebunan teh adalah berpesiar ke Pematang Siantar. Kota terbesar kedua setelah Medan di Sumut ini terletak sekitar 30 kilometer dari Sidamanik.
"Saya jenuh bekerja di pabrik," ujar Bambang. Segala cara dia lakukan untuk mengusir kejenuhan bekerja di pabrik teh. Ia mulai mengamati setiap detailproses pengolahan teh, mulai dari daun teh masuk pabrik. Ia memerhatikan setiap hitungan dalam proses pengolahan di pabrik.
"Saya malah mendalami proses pengolahan. Kalau hanya lihat flowchart setiap hari membosankan. Saya perhatikan esensi setiap proses pengolahan. Kenapa temperatur harus sekian, kenapa daun teh harus dilayukan dengan ukuran tertentu? Kalau didalami lagi statistik angka di monitor memberi petunjuk kualitas teh yang dihasilkan seperti temperatur ruangan dan waktu fermentasi," katanya.
Kualitas teh secara umum terbagi dua, outer quality (warna, bentuk, dan berat) dan inner quality (aroma, kekuatan rasa, kesegaran, dan warna seduhan). Kualitas teh yang baik dihasilkan dari lapangan (kebun) yang baik.
Bambang merasa beruntung pengamatan mendetail dalam proses pengolahan teh di pabrik yang awalnya sekadar mengusir kebosanan menjadi bekal dia menelisik sisi outer quality. Namun, itu belum lengkap karena dibutuhkan sensitivitas merasakan kualitas teh saat dinikmati sebagai minuman. Itulah bekal pertama menelisik inner quality.
Bekal lanjutan untuk meneliik inner quality teh sebagai minuman tentulah lewat pelatihan merasa. Ia kembali beruntung karena semasa menjadi asisten pengolahan di Kebun Bah Butong berkesempatan, bersama tiga pegawai PTPN lainnya, mengikuti pelatihan tea taster di Inggris.
"Saya mewakili PTPN VIII. Tiga teman lainnya masing-masing mewakili PTPN XII, PTPN XIII, dan PTPN XXIV," ujarnya.
Kiblat teh dunia
Inggris adalah kiblat teh dunia, pengimpor terbesar bulk teh (teh yang belum dikemas) sekaligus eksportir terbesar teh kemasan. Inggris enjadi tempat dimana teh menempati kedudukan tertinggi sebagai jenis minuman.
Bambang bercerita, mereka berlatih menjadi tea taster bersama tea taster pabrikan teh di Inggris. Pelatihan bersama untuk menyamakan selera konsumen teh di Inggris dan Eropa dengan teh yang akan diekspor ke negara-negara tersebut dari negara peserta pelatihan, salah satunya Indonesia.
"Selama satu setengah bulan, setiap hari saya mencicipi 500 cangkir teh," katanya. Di sini sensitivitas merasakan tehnya diasah. "Sulit menggambarkannya, seorang tea taster harus mampu membedakan mana teh kualitas pertama dan teh kualitas rendahan."
Sayangnya, mereka menjadi tea taster pertama sekaligus terakhir dari Indonesia yang mengikuti pelatihan tersebut. "Dari empat orang itu, yang masih hidup saya dan teman dari PTPN XII. Dua rekan kami lainnya telah meninggal dunia."
Dari pabrik, pengolahan teh terbagi menjadi dua metode, secara ortodoks dan curly teary crushing (CTC). Metode ortodoks menghasilkan teh jenis leafy (biasanya berupa kumpulan daun teh muda yang akan menjadi teh kualitas tinggi, khas aromanya), broken (berupa pucuk kedua dan ketiga daun teh, menghasilkan keseimbangan aroma, kekuatan rasa, dan kesegaran), serta smallgrade (berupa potongan terkecil pucuk daun teh, menghasilkan komponen warna teh seduhan). Sedangkan metode CTC biasanya digunakan untuk bahan kemasan teh celup.
Dipandu pengalamannya mengamati secara mendetail proses pengolahan teh di pabrik, plus pelatihan tea taster di Inggris, Bambang menjadi penjaga kualitas teh yang dihasilkan kebun-kebun teh milik PTPN di dataran tinggi Sidamanik.
Semasa ia menjadi asisten pengolahan di Kebun Bah Butong hingga di mutasi sebagai asisten kontrol kualitas di kantor pusat PTPN VIII pada 1989-1990, teh Kebun Bah Butong menjadi komponen produsen teh asal Jerman.
Menjadi komponen sebuah produk teh kemasan berarti teh dari Kebun Bah Butong harus ada dalam teh kemasan tersebut. "Sebab, setiap kebun teh menghasilkan karakter aroma, rasa, dan warna yang berbeda."
Indonesia menjadi salah satu produsen teh dunia yang khas (selain India) karena punya dua karakter teh berbeda. "Sama seperti teh India yang punya karakter teh India Selatan dan Utara. Menurut pembeli dari Eropa, teh Indonesia juga punya dua karakter berbeda, teh Jawa ddan teh Sumatera," katanya.
Namun, setelah ia tak lagi menjadi asisten kontrol kualitas, produsen teh Jerman itu memutus kontrak pembelian teh Kebun Bah Butong. Pemutusan kontrak ini, menurut Bambang, salah satu penyebabnya adalah ketidakkonsistenan menjaga kualitas aroma, kekuatan rasa, dan warna teh.
"Seorang tea maker harus juga tea taster. Mustahil bisa membuat teh dengan kualitas yang stabil terjaga tanpa tahu bagaimana merasakan kualitas teh,"ujarnya.
Bambang yang memasuki masa pensiun sebagai pegawai PTPN menyayangkan tak adanya regenerasi yang bagus untuk tea taster perusahaan perkebunan negara.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 7 MARET 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar