Selasa, 08 Maret 2011

Mark J Inglis : Memotivasi Penderita Amputasi


MARK JOSEPH INGLIS

Lahir : 27 September 1959
Istri : Anne Inglis
Pendidikan :
- Geraldine High School (1971-1977)
- Lincoln University (1985-1989)
- PhD (Honorary) Natural Resources, Lincoln University (2009)
Karier :
- Scientific Officer di School of Medicine (1989-1992)
- Trainee winemaker di Montana Wines, Blenheim (1992-2002)
- Motivator dan penulis sejumlah buku (2006-sekarang)

Kehilangan kedua kakinya tidak mematahkan semangat pendaki gunung asal Selandia Baru, Mark J Inglis (51). Dia berhasil menjejak di puncak Mount Everest (Pegunungan Himalaya) dengan ketinggian sekitar 8.882 meter, dengan kedua kaki palsunya. Sekarang dia menjadi motivator untuk penderita amputasi.

OLEH SUSIE BERINDRA

Hampir semua peserta dalam Konferensi Internasional Prostetik dan Ortotik (International Conference Prosthetic and Orthotics) di Jakarta, akhir Februari lalu, dibuat terkagum-kagum oleh cerita dan kata-kata Mark. Kata-katanya mampu membuat kita untuk semakin bersemangat mengembangkan diri.
Beberapa kali Mark memperlihatkan video ketika mengalami radang di kakinya, mencari kaki palsu, mendaki gunung, dan menjadi motivator bagi penderita amputasi. Mark memiliki kelompok yang memotivasi penyandang cacat, dinamakan Limbs4All.
"Kamu bisa melakukan yang lebih baik. Saya percaya dalam hidup ada kesempatan emas untuk berubah. Saya bisa begini karena ada kesempatan," ujarnya memotivasi peserta.
Mark memberikan semangat kepada peserta untuk membuat perubahan. "Anda harus mengucapkan change maker dan berteriaklah," kata Mark bersemangat yang disambut tepuk tangan peserta.
Di depan peserta, mark sempat memperlihatkan bagaimana kaki palsunya dipasang. Bila dia memakai celana panjang, kaki palsunya yang seperti robot terbuat dari besi tidak akan terlihat. Ketika dia berjalan dengan lincah, orang yang akan bertemu dengannya tidak menyangka bahwa dia memakai kaki palsu. Mark sempat bercerita, tidak jarang setiap orang yang bertemu dengannya merasa aneh dengan kakinya, apalagi anak-anak.
Cara berjalannya yang lincah menunjukkan semangatnya yang tinggi. "Jangan patah semangat menghadapi hidup ini. Seperti seekor serigala yang akan menerkam kelinci, tetapi pada akhirnya serigala yang dimakan kelinci," kata Mark. Dia pun menunjukkan gambar tulang serigala yang dimakan kelinci.
Mark J Inglis mengawali kariernya sebagai peneliti biologi dan pendaki gunung profesional. Dia juga sering terlibat dalam kegiatan tim Search and Rescue (SAR) pendaki gunung di Taman Nasional Mount Cook, Selandia Baru.

Kehilangan kaki

Sayang sekali, tahun 1982, ketika Mark mendaki Mount Cook-3.754 meter diatas permukaan laut, gunung tertinggi di Selandia Baru, dia harus terjebak diudara yang sangat dingin selama dua minggu. Dia mengalami frosbite. Akibatnya, kedua kakinya mengalami radang, dengan kondisi hitam dan membeku sampai ke lutut.
Karena kondisi kakinya itu dinilai parah, ia harus diamputasi. Saat itu dia berumur 23 tahun. Mimpinya sejak berumur 12 tahun untuk mendaki Mount Everest belum terwujud.
Tidak lama setelah kakinya diamputasi, Mark mendapatkan kaki palsu. Kemudian dalam waktu sekitar dua minggu Mark bisa bergerak lincah dengan kaki palsunya. Meski dengan kaki palsu, berbagai prestasi dicetak Mark. Salah satunya dia mendapat medali perak dari The Sidney 2000 Paralympics.
Setelah itu, tahun 2002, Mark mengumpulkan keberaniannya untuk mendaki gunung lagi. Tahun 2002 dia mendaki Mount Cook, gunung yang sebelumnya telah merengut kedua kakinya. Setelah itu, dia mendaki beberapa gunung tinggi, termasuk puncak Cho Oyu di Nepal, gunung dengan ketinggian 8.201 meter.
Selanjutnya, tahun 2006, Mark mewujudkan impiannya untuk mendaki Mount Everest yang mempunyai ketinggian 8.882 meter. Bukan hal yang mudah bagi Mark. Dibutuhkan waktu selama 40 hari untuk bisa mencapai puncak Mount Everest. Pendakiannya di gunung tertinggi itu membuat dia kehilangan anggota tubuhnya yang lain, juga karena frosbite. Dia harus kehilangan tiga jari di tangan kanannya karena radang dan hitam membeku. Mark J Inglis menjadi pemakai sepasang kaki palsu yang pertama dan satu-satunya yang bisa mencapai Mount Everest.
"Untuk saat ini masih banyak mimpi saya yang ingin saya wujudkan, tetapi untuk mendaki Mount Everest, mungkin saya tidak. Saya merasa tidak fair untuk keluarga saya kalau saya mendaki Mount Everest," katanya.

Menjadi motivator

Tahun 2006, Mark bersama istrinya mendirikan Trustee of Limbs4All Charitable Trust. Limbs4All merupakan sebuah badan amal yang bertujuan mendukung bantuan bagi penyandang cacat. Bantuan yang diberikan merupakan dana modal yang didapatkan Mark dari bantuan Cambodia Trust. Limbs4All bertindak sebagai payung amal untuk memberikan bantuan kepada penyandang cacat.
Tahun 2010, Mark memimpin dua sampai tiga trek ke Nepal setiap tahun untuk mengumpulkan dana proyek Limbs4All di Nepal dan Kamboja. Pada setiap kesempatan, Mark berusaha mencari dana bagi penyandang cacat. Dia juga membantu penyandang amputasi untuk mendapatkan kaki palsu.
Dalam sebuah video yang diperlihatkan di Jakarta, terlihat kegiatan Mark yang ketika membantu seorang penyandang cacat mendapatkan kaki palsu dan mengajarinya berjalan memakai kaki palsu.
Selama enam tahun terakhir, Mark telah memberikan inspirasi kepada 100.000 kaum muda di seluruh dunia sehingga mereka bisa berkembang dan berprestasi. Mark juga mendapat kesempatan menjadi delegasi dan panelis di PBB dalam event "Global Creative Leadership Summit" di New Yor, Amerika Serikat, tahun 2009. Dalam kesempatan itu, dia berbagi pengalaman dan filsafat dengan para pemimpin dunia.
Mark merasa telah menginspirasi orang untuk mencapai prestasi di perusahaan, sekolah, atau masyarakat. "Semakin banyak yang dapat kita pelajari untuk mendorong menjadi yang lebih baik, apakah itu dalam bisnis kita atau dalam kehidupan pribadi. Ada banyak orang yang membutuhkan dukungan kita untuk benar-benar mencapai potensi mereka sendiri dalam hidup," ujarnya.
Kegiatan lain yang dikerjakan Mark adalah menulis. Dia telah menghasilkan lima buku yang menceritakan tentang pengalaman mendaki gunung dengan kaki palsu dan berbagai motivasi yang diberikan untuk semua kalangan. Kelima buku itu adalah Legs on Everest, High Tech Legs on Everest, No Mean Feat, To the Max, dan Off the Front Foot.
Pada akhirnya Mark berpesan, jangan pernah biarkan seseorang mengatakan tidak bisa karena kita tahu bahwa kita bisa. Mark dalam kegiatannya memberikan motivasi sering menggunakan kalimat. "Sikap menentukan ketinggian anda".

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 9 MARET 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar