ERIF KEMAL SYARIF
Usia : 49 tahun
Istri : Tuti Sulastri (49)
Anak :
1. Utami Kemala Sari (25)
2. Dika Maulana Syarif (23)
3. Fadli Syarif Hidayat (22)
Usaha : Erif Farm, memproduksi susu sapi murni dan yoghurt
Iring-iringan kabur putih menyelimuti Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, siang itu. Dinginnya udara tak menyurutkan semangat sejumlah pekerja membersihkan kandang dan sapi perah jenis Fries Holland atau Holstein di kandang Erif Farm. Di kandang itu ada Abun, sapi betina berusia tiga tahun pemenang kontes sapi perah terbaik tingkat provinsi maupun nasional.
OLEH NELI TRIANA DAN PINGKAN ELITA DUNDU
Ini semacam kontes kecantikan sapi perah. Abun menang karena eksterior tubuhnya ideal untuk sapi perah keturunan inseminasi buatan (IB) masa laktasi pertama. Produksi susunya ideal bagi ternak sejenis dan seumurnya, yakni 38 liter per hari.
"Kualitas susu yang dihasilkan memenuhi standar kesehatan dan hampir memenuhi kualitas internasional," kata Erif Kemal Syarif, pemilik Erif Farm.
Keberhasilan Abun menambah deretan prestasi usaha peternakan sapi perah Erif. Sebelumnya, Erif Farm dua kali menjadi juara tingkat Kabupaten Bogor dan empat kali juara Provinsi Jawa Barat. Terakhir, tahun 2010, Erif Farm yang diwakili Abun, menjadi juara 2 tingkat nasional.
Erif dan istrinya, Tuti Sulastri, menjadi peternak sejak 1986. Kala itu, keduanya bekerja sebagai paramedis berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
tahun 1986 ada program kredit sapi perah. Setiap orang yang berminat mendapat jatah empat ekor sapi yang didatangkan dari Selandia Baru, sebagai modal untuk dikembangkan," cerita Erif.
Sebagai paramedis, Erif yang tak mengenyam pendidikan formal peternakan, belajar secara otodidak. Ia rajin mengikuti berbagai pelatihan peternakan demi meningkatkan pengetahuan soal ternak sapi.
Alhasil, dalam waktu 10 tahun, empat ternaknya berkembang menjadi 60ekor. Hingga tahun ini Erif Farm memiliki 200 sapi dengan 25 karyawan. Di antaranya terdapat 85 sapi perah laktasi atau siap memproduksi susu dengan hasil rata-rata 1.500 liter per hari.
"Kemurnian keturunan sapi kami dijaga lewat IB dengan sapi jenis yang sama dari Selandia Baru. ini untuk menjaga kualitas susu," katanya.
Pasang surut
Usaha Erif tanpa kendala. Dimasa awal merintis usaha tersebut, bukan hal mudah membagi gaji sebagai PNS untuk mengembangkan usaha dan menghidupi rumah tangga. Demi usaha ternaknya, tahun 1992 Erif dan Tuti bahkan melepaskan status PNS. "Biar fokus," katanya.
Tahun 1999, setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, Erif membentuk kelompok ternak sapi perah bernama "Baru Sireum" yang menginduk pada KUD Giri Tani Cibeureum.
Namun, usaha kelompok itu tak mulus. Secara nasional semua peternakan sapi perah mengalami krisis hingga 2004. Dalam situasi demikan, mereka mencoba mencari pasar di luar KUD demi mendapatkan harga jual susu yang lebih baik.
Setelah meminta persetujuan pengurus KUD, tempat mereka berinduk, Erif Farm menjual susu dari produksi sapi perahnya ke perusahaan pengolahan susu swasta di Jakarta.. harga jual susu sapinya lebih tinggi dari KUD sehingga ia bisa mempertahankan usaha peternakannya.
Ketika harga susu mulai membaik, sekitaar tahun 2007, barulah Erif Farm dan anggota KUD Giri Tani lainnya bekerja sama memasarkan susu dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) terdekat."Dengan mengutamakan kualitas susu yang dihasilkan, IPS berani membayar tinggi harga produk susu kami," katanya.
Kini populasi sapi perah kelompok ternak Baru Sireum berjumlah lebih dari 400 ekor. Kelompok yang diketuai Erif ini beranggotakan tak kurang dari 20 usaha ternak sapi perah.
"Kami berusaha membuat mekanisme beternak yang efisien, sehingga kerja peternak tak berat tetapi hasilnya maksimal," katanya.
Sebagai pengelola kelompok ternak, Erif mengatur sampai menyiapkan pekerja pembersih kandang dan sapi untuk membantu peternak. Pekerja pembersih selain mendapat gaji bulanan, juga gaji ke 13 dan tunjangan hari raya. Setiap dua tahun mereka pun mendapatkan anak sapi.
maka, pada tahun kerja ke 15, pekerja itu memiliki seekor sapi dewasa. Erif mendorong setiap pekerja berkesempatan menjadi peternak.
Dengan maksimal delapan sapi, setiap peternak bisa mencari sendiri rumput pakan. Pakan tambahan seperti dedak gandum, dedak padi, dedak jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas tahu, mineral, serta multivitamin, diatur dan didistribusikan merta oleh kelompok ternak. Tak ada bahan kimia dalam asupan pakan ternak. Pengaturan kandang juga seragam, ukuran 6 x 6 meter persegi untuk dua sapi.
Produk olahan
Untuk mengembangkan usaha, Erif dan Tuti kemudian memproduksi olahan susu, yaitu yoghurt. "Yoghurt kami berbahan susu murni, tanpa campuran. Tidak menggunakan pengawet dan halal. Biar semua orang minum susu, terutama anak-anak sekitar sini, kami sengaja membuat yoghurt dengan aneka rasa dan dibungkus kecil-kecil," kata Erif.
Yoghurt produksinya mendapat penghargaan Bupati Kabupaten Bogor sebagai Juara I Pengolahan Hasil Peternakan untuk jenis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Untuk mempertahankan kualitas, setiap produknya selalu lulus uji Balai Besar Industri Agro. Sinergi usaha peternakan sapi perah dan hasil olahan susu itu diharapkannya dapat meningkatkan taraf hidup keluarga, karyawan, maupun masyarakat sekitar. "Tak muluk-muluk, tujuan kami adalah memajukan dan menyejahterakan peternak ssapi perah di Cibeureum. Syukur jika bisa i wilayah lain juga," kata Erif.
Untuk itu, ia memegang teguh semboyan hidupnya, rezeki sudah diatur Allah SWT. Semboyan itu membuat Erif dan Tuti tak merasa memiliki pesaing dalam usaha peternakan. Pasangan ini justru melahirkan Pusat Pelatihan Pertnian (ternak) dan Pedesaan Swadaya (P4S) dengan moto "kita juga bisa".
Cara pengelolaan dan kepemimpinan yang proternak, propeternak, dan jeli melihat pengembangan peluang usaha inilah yang menjadi kunci keberhasilannya.
Erif juga teguh mempertahankan lahan untuk rumah ternak sapinya. Ia bahkan berupaya memperluas tempat bagi ternak, di tengah gempuran godaan usaha jasa wisata yang menguasai kawasan Puncak.
"Saya tidak anti usaha pariwisata. Bahkan, sebenarnya antara usaha ternak dan wisata bisa disatukan. Hanya saja perlu pengaturan khusus. Saya khawatir, jika dibiarkan pembanguan di Puncak tanpa pengaturan, tidak akan ada lagi lahan untuk ternak. Usaha saya dan kelompok ternak ini mungkin hanya bisa bertahan lima tahun lagi....," kata Erif.
Dikutip dari KOMPAS, RABU, 30 MARET 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar