Kamis, 21 Juni 2012

Abdul "Jambu" Kurnaen: Pelopor Intensifikasi Lahan Kering

ABDUL KURNAEN
Lahir: Kendal, Jawa Tengah, 5 Januari 1955
Istri: Asni Nurlaila
Anak:
- Fadkul Kolid Qodri
- Farisna Bihan Rizaq
- Fahim Wildan Nofia
Pendidikan: SMA Persamaan, 2000
Pekerjaan: Kepala Urusan Umum Desa Pagersari, Kabupaten Kendal
Organisasi:
- Ketua Kelompok Tani Margo Tirtosari II Desa Pagersari, 2000-kini
- Ketua Klaster jambu Merah Kendal, 2008-kini

Saat panen raya jambu getas merah awal tahun 2012, Abdul Kurnaen, petani sekaligus Ketua Klaster Jambu Merah di Dusun Bungkaran, Desa Pagersari, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tak  menyangka puluhan kuintal jambu dibuang petani. Kalaupun dijual, harganya anjlok hanya berkisar Rp 500 per kilogram.

OLEH WINARTO HERUSANSONO

Data Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Kendal 2010 menyebutkan, budidaya jambu bagai virus menjangkiti kebun dan lahan tadah hujan di lebih dari 50 desa yang tersebar di Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Patean, Kecamatan Pageruyung, dan Kecamatan Plantungan.
     Total area tanaman jambu mencapai 2.000 hektar (ha). Jika satu hektar lahan ditanami 400-500 batang, jumlah pohon jambu tersebut lebih dari 800.000 batang. Bisa dibayangkan bila panen, lebih dari 1.300 ton per bulan dihasilkan, sebagian mengalir ke sejumlah kota.
   Dampak keberhasilan kampanye budidaya jambu merah itu mengkhawatirkan Abdul Kurnaen. Anjloknya harga jambu di pasaran langsung memukul petani jambu. Banyak petani frustasi dan menebangi pohon jambu getas merah.
     Aksi penebangan pohon ini terus terjadi hingga mencapai areal 500 ha. Itu berarti lebih dari 200.000 batang jambu ditebang. Kebun yang sudah tak ditanami jambu lalu beralih ditanami padi, kopi, atau cengkeh.
     Saat petani menebang pohon jambu secara massal, Abdul Kurnaen selaku pelopor pengembangan jambu getas merah tak sedih. Pengurangan itu membawa kebaikan bagi petani. Alhasil, begitu banyak pohon berkurang hingga harga jambu awal Mei 2012 terendah Rp 3.200 per kilogram (kg).
     "Kalau petani punya 125 pohon saja, hasil panen itu setidaknya memberi tambahan penghasilan Rp 2 juta per bulan," kata Abdul Kurnaen, Ketua Kelompok Tani Margo Tirtosari II yang punya 65 anggota petani di desanya.
     Dalam benaknya, petani mana yang tak tergiur menanam jambu yang dalam 8-9 bulan sudah panen. Apalagi jambu bisa panen sepanjang musim. Malah, petani leluasa mengatur pilihan panen, mau secara periode tiap bulan atau panen tahunan.
     "Panen melimpah juga bukan salah pohon jambu. Petani yang belum mahir tidak memperhatikan kematangan buah. Jambu yang siap panen warnanya dominan hijau dengan ranum kekuningan. Kadang ada jambu yang tampak besar, 2-3 ons, tetapi belum siap petik. Petani suka memanen semua buah di pohon," ujarnya.

Pengganti padi

    Keberhasilan budidaya jambu getas merah di Patean dan sekitarnya tak lepas dari peran Abdul Kurnaen. Petani yang merangkap pamong masyarakat di Desa Pagersari ini awalnya hanyalah petani padi di lahan tadah hujan seluas 1 ha. Dari dua kali panen padi, penghasilannya Rp 7,5 juta-Rp 10 juta.
     Tak puas lahan keringnya hanya ditanami padi, tahun 1998-2000, dia membudidayakan pisang raja. Namun, usaha ini tak bertahan lama akibat virus yang mematikan pohon pisangnya, ia lalu beralih membudidayakan ikan hias air tawar, seperti louhan, koi, dan arwana. Modalnya waktu itu Rp 15 juta. Namun, ia kerap merugi dan usaha ini pun tak berlanjut.
     Setelah sempat menanam padi kembali, keinginan Abdul Kurnaen untuk memaksimalkan lahan tadah hujan di daerah pegunungan itu tak berhenti. Tahun 2005 ia tertarik pada artikel tentang jambu varietas Citaya asal Bogor, Jawa Barat, di majalah Trubus. Ia lalu membeli bibit jambu jenis itu seharga Rp 15.000.
     "Pertama kali saya menanam 150 pohon jambu, tetapi hanya 90 pohon yang hidup subur. Waktu itu, beberapa pemilik lahan di sekitar kebun saya mencibir. Mereka bilang jambunya bisa bernasib seperti usaha ikan atau tanam pisang," ujarnya.
     Namun, Abdul Kurnaen justru terpacu mempelajari pola pertumbuhan jambu getas merah. Setelah dua tahun membudidayakan pohon jambu, panen perdananya mengagetkan. Hasil panennya bagus, jambu sekitar 3-4 ons dan daya simpannya 6-8 hari.
    Jambu memberi keuntungan besar besar karena harga pasaran mencapai Rp 7.000 per kg. Ini menjadi daya tarik, kemudian petani lain mengikutinya menanam jambu. Dari modal 90 batang, jambu di kebunnya berkembang menjadi 1.400 batang di lahan seluas 3 ha.
     "Dari kebun  satu hektar saja, saya bisa panen tiga hari sekali rata-rata 3-4 kuintal. Kalau harganya Rp 2.000 per kg saja, tiga hari sekali saya berpenghasilan Rp 6 juta," ujar Abdul Kurnaen.
     Kesuksesannya mengembangkan jambu merah ini cepat menyebar dari desa ke desa. Semua petani dalam kelompok taninya beralih bertanam jambu. Lahan kering, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan kebun yang kurang produktif ditanami jambu. Tak butuh waktu lama, jambu menjadi tanaman unggulan. Kalau kita menyusuri kebun petani di Patean, Sukorejo, dan sekitarnya, kebun jambu berdampingan dengan hamparan tanaman kopi, cengkeh, dan padi.
     Bahkan, petani dari luar kecamatan di Patean pun berminat menanam jambu. Di Kecamatan Plantungan, petani menanam jambu, pengganti tembakau.
     Bagi Abdul Kurnaen, kuatnya petani menanam jambu juga peluang bisnis. Dia menyediakan bibit, yang dijual Rp 25.000 per batang. Ia tak ingat lagi sudah berapa ribu bibit yang dijualnya.
     Kegigihan Abdul Kurnaen membudidayakan jambu menyebabkan dia sering diminta instansi pemerintah melakukan penyuluhan tentang jambu di kecamatan lain. Tahun 2008  ia ditunjuk menjadi Ketua Klaster Jambu Merah di Kabupaten Kendal untuk ribuan petani jambu. Hasilnya, klaster ini menyabet penghargaan klaster terbaik di Jawa Tengah pada  tahun 2010.
     Sebagian orang menyebut Abdul Kurnaen "bapak"-nya jambu getas merah, sebagian lagi menganggap dia pelopor intensifikasi lahan kering.
     Belajar dari buruknya panen yang berlimpah, Abdul Kurnaen kini melakukan penjarangan buah agar  jambu yang dihasilkan berkualitas tinggi dan makin segar. Umumnya, pucuk jambu akan menghasilkan 2-6 kuntum bunga, maka 1-2 kuntum saja yang dipertahankan.
     "Seleksi buah menghasilkan jambu yang dipanen berkualitas, besar dan aman dikonsumsi langsung. Panen bisa diatur tanpa petani menebang pohon. Kami juga mendorong perempuan petani tak hanya menjual buah segar, tetapi juga mengarah pada usaha olahan makanan dan minuman berbahan jambu," kata Abdul Kurnaen.
     Meski sukses, Abdul Kurnaen tetap hidup sederhana. Tetapi, dia bangga, jambu getas merah telah menjadi bagian kehidupan petani Kendal.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 21 JUNI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar