Rabu, 27 Juni 2012

Nofty Tapilatu: Penakluk Pedalaman Papua

NOFTY TAPILATU
Lahir: Manokwari, Papua, 30 November 1971
Pendidikan: SD, SMP, dan SMA YPK Oikumene Fanindi Manokwari
Istri: Yuliana W Mandatjan (30)
Anak: Gracia A Tapilatu (3)
Pekerjaan:
- Honorer pada Dinas Transmigrasi Manokwari di Bintuni, 1990-1997
- Rental mobil, 1995-kini

Pada awalnya, di Manokwari terdapat dua grup besar yang menyediakan transportasi jalur belantara hutan Papua Barat. Mereka adalah grup Tapilatu dan grup Makalo. Merekalah yang awalnya menyediakan jasa bagi orang-orang yang harus menempuh perjalanan antardistrik. Mereka setia menemani penumpang menghadapi medan berlumpur dan mendaki, tanpa pengerasan jalan.

OLEH ICHWAN SUSANTO

Salah satu di antara mereka adalah Nofty Tapilatu. Mereka yang relatif sudah lama di Manokwari minimal pernah mendengar tentang dirinya. ia memimpin grup Tapilatu yang bermarkas di Wosi, Manokwari.
     Pembangunan infrastruktur di Manokwari pun membawa pengaruh pada rezekinya. Pekerjaan di bidang transportasi luar medan ini dia mulai ketika sedang marak pembongkaran belantara Papua guna membuka jalan antardistrik.
     Ketika itu, dia dipercaya sebagai penyuplai logistik bagi para pekerja. Dia juga menyediakan material untuk para kontraktor yang sedang membuka hutan. Kondisi ini menimbulkan ide di benak Nofty. Dia melihat di sini ada peluang usaha lintas pedalaman dengan menggunakan kendaraan untuk segala medan.
     Ia pernah memiliki sembilan mobil hardtop. Kini, seiring perbaikan kualitas jalan, ia mengganti kesembilan mobil tersebut dengan tiga mobil segala medan yang "mewah", yaitu Toyota Landcruiser, Mitsubishi Strada Triton, dan Toyota Hilux. Ini dia lakukan demi memenuhi  permintaan pasar dan persaingan dengan sekitar 100 rental mobil serupa yang kini menjamur di ibu kota Papua Barat itu.
    Awalnya, tahun 1990, Nofty yang berdarah Maluku memulai pekerjaan sebagai tenaga honorer pada Dinas Transmigrasi Manokwari. Ia ditempatkan di Bintuni (sejak tahun 2004 dimekarkan menjadi Kabupaten Teluk Bintuni). Ketika itu sedang dilaksanakan proyek pembukaan daerah transmigrasi di Bintuni. Ia dipercaya sebagai pengemudi mobil segala medan (bertransmisi ganda atau 4x4).
     "Waktu itu yang bisa menguasai mobil seperti itu di dinas transmigrasi cuma saya," ucapnya.
     Gayung terus bersambut. Di situlah keahliannya menaklukkan jalan berlumpur dan lereng curam terasah. Apalagi pamannya, Chris Mustamo, juga bekerja di dinas transmigrasi dengan tugas merawat semua kendaraan jenis jip.
     Selain bekerja, Nofty pun menyerap pengalaman dan pengetahuan yang diberikan sang paman. Alhasil ia mampu menguasai perawatan dan teknik perbaikan mesin mobil. Hal yang paling ekstrem, beberapa waktu lalu dia memasangkan "kaki-kaki" mobil land cuiser pada hardtop. Mobil itu pun menjadi sempurna karena "kelemahan" pada mobil itu diganti dengan "kaki-kaki" dan rem land cruiser.

Percaya diri

     Lama-kelamaan rasa percaya dirinya untuk membuka usaha sampingan sebagai penyedia jasa transportasi pedalaman. Tahun 1997 ia membeli mobil hardtop edisi terakhir 1982 sebagai modal. Mobil bekas yang dibelinya dengan pinjaman bank seharga Rp 21 juta ini, lalu dijaminkannya lagi kepada bank.
     Kiprah dan usahanya pun berlanjut. Satu per satu jalan tembus yang dibuka pemerintah didatanginya sebagai pionir. Nofty juga menambah kendaraan dengan membeli mobil hardtop rongsok yang diperbaikinya sendiri.
     Ia mengerjakan mesin dan "kaki-kaki", selebihnya perbaikan badan kendaraan dikerjakan orang lain. Ini dilakukannya sampai ia memiliki sembilan hardtop. Penambahan unit didapatkan Nofty dengan membeli mobil hardtop tua yang sudah rongsok.
     Penghasilannya dari usaha penyedia jasa lintas pedalaman ini terus berkembang. Ia mengaku pernah berpenghasilan bersih lebih dari Rp 70 juta dalam sebulan. Melalui pengoperasian hardtop miliknya, Nofty mengantarkan orang dan barang ke Teluk Bintuni, Anggi, dan Kebar. Sedangkan para pesaingnya, kecuali grup Makalo, hanya beroperasi untuk sekitar Menyanbouw, sekitar satu jam dari Manokwari.
     Meski akses sudah terbuka, kondisi jalan jalur Bintuni tak mulus. Sebagian jalan berlumpur dengan kedalaman lebih dari satu meter. Keterampilan khusus pengemudi diperlukan untuk menerobosnya.
     Oleh karena itu, jarak sekitar 300 kilometer itu ditembus dalam 15 jam. Kini, seiring perbaikan kondisi jalan, daya tempuh bisa dipersingkat menjadi lima jam.
     Saat itu, tarif ditetapkan Nofty dan grup Makalo yang menguasai jasa lintas darat pedalaman. Sebagai gambaran, ketika harga bensin Rp 1.500 per liter, harga tiket ke Bintuni Rp 75.000 per orang. Rute ini kian menjadi primadona seiring kecelakaan pesawat yang melayani Manokwari-Bintuni.
    Hingga kini, rute tersebut tetap ramai. Setiap hari di Terminal Wosi berderet kendaraan segala medan yang siap mengantar penumpang ke Bintuni. Tarifnya Rp 500.000 per orang. Ini lebih murah dibandingkan tiket pesawat terbang Rp 900.000.
   Tantangan berbeda dihadapi Nofty pada trek Manokwari-Kebar atau Manokwari-Anggi. Pengemudi dituntut terampil mengontrol mobil pada kondisi curam dan berbatu. Jika perhitungan meleset, mobil bisa terperosok ke jurang.
     Namun, trek Manokwari-Kebar pun tak menyulitkannya. Sebab, sejak awal pembuatan jalan ini pun, Nofty telah bolak-balik menyuplai logistik ke daerah itu.

Pelayanan prima

     Kiatnya bertahan dengan usaha jasa ini adalah mengutamakan kepercayaan dan kepuasan konsumennya. Dengan demikian, ia berharap akan semakin banyak orang yang menggunakan jasanya.
     Nofty memberi contoh, dari sembilan hardtop miliknya, hanya lima-enam mobil yang dioperasikan. Sisanya, dia persiapkan di Manokwari sebagai cadangan bila ada mobil yang mogok di jalan. Selain itu, kondisi kendaraan juga menjadi prioritas. Ia menjamin 75 persen mobilnya tak akan bermasalah saat digunakan.
     Jika terjadi sesuatu pada mobilnya selama perjalanan, seperti mogok akibat kerusakan transmisi, "kaki-kaki", atau mesin, dia sendiri sering kali yang pergi dengan mobil cadangan. Setelah penumpang bisa meneruskan perjalanan, Nofty memperbaiki mobil yang mogok itu.
     "saya pernah dua malam menginap di hutan, memperbaiki kendaraan," katanya.
     Ia bersyukur, bertahun-tahun menjelajah belantara Papua relatif tak menemui gangguan berarti. Tak ada kelompok bersenjata atau orang yang berniat jahat saat sendirian di tengah hutan.
     Seiring dengan kondisi sebagian jalan di Papua yang membaik, membuat dia sejak tahun 2010 mengganti kesembilan hardtop miliknya dengan mobil lain. Ini dia lakukan guna memenuhi keinginan konsumen yang mau menumpang kendaraan yang lebih nyaman.
     "Selain agar usaha saya tidak tenggelam,' ujar Nofty.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 27 JUNI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar