MARIANUS SAE
Lahir: Bobajo, Kecamatan Golewa, Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT),
8 Mei 1962
Istri: Maria Moi
Anak:
- Yulio Rikardo (19)
- Rosa Mistika (17)
- Roberto Carlos (13)
- Gorgonius (11)
- Angelo (9)
Pendidikan: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Kegururan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT, tak tamat
Pekerjaan: Bupati Ngada, NTT, periode 2010-2015
Kuliahnya sampai semester tujuh. Ijazah SMP pun diraih Marianus Sae setelah empat tahun tak sekolah karena keterbatasan dana. Ia juga pernah melakoni sejumlah pekerjaan, mulai dari bertani, joki kuda pacuan, melayani borongan truk angkutan pedesaan, buruh bata merah, buruh bengkel las, sampai menjadi transmigran di Kalimantan. Semua pengalaman itu menjadi bekal bagi Marianus, yang kini menjadi Bupati Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur.
OLEH FRANS SARONG
Sejak tahun 2010 Marianus menjadi Bupati Ngada. Ia berpasangan dengan Paulus Soliwoa menjadi salah satu dari delapan paket calon yang maju dalam pilkada Ngada, 3 Juni 2010. Kemenangannya jauh dari hitungan politis, terutama karena Marianus hanya berijazah SMA. Ia juga bukan politisi. Ia hanya dikenal sebagai pelaku pariwisata di Bali. Ia tak populer di kalangan elite Bajawa, kota Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Namun, hasil pemilihan kepala daerah Ngada justru membuat Marianus menjadi bupati dalam satu putaran. Ia meraih suara pemilih sampai 48 persen. Jadilah pasangan Marianus-Paulus Soliwoa menggusur petahana Bupati Ngada, Piet Nuwa Wea, yang berpasangan dengan Benediktus Djawa pada urutan ketiga.
Marianus adalah bungsu dari dua bersaudara anak pasangan petani miskin, Yohanes Da'e dan Virmina Redo, yang tinggal di Bobajo, Kecamatan Golewa, Ngada. Sang ayah meninggal dunia tahun 1980, disusul ibunya pada tahun 1985. Ketika duduk di kelas IV SD Katolik, Bejo, Mengulewa, Marianus sempat berhenti sekolah karena tak ada dana.
Namun, sang paman, Eman Maghi, yang menjadi guru segera bertindak. Marianus dibawanya ke Bajawa agar bisa bersekolah di SD Katolik I Bajawa dan lulus tahun 1975. Sejak itu, ia menjadi anak asuh keluarga Eman Maghi, yang terus membiayai sekolahnya hingga kelas II SMP PGRI Bajawa.
Oleh karena sang paman harus berkuliah di Kupang, Marianus tak bisa melanjutkan sekolah. Tahun 1977 ia bekerja menjadi buruh serabutan, termasuk sebagai buruh perusahaan bata merah CV Galeta di Bajawa. Upahnya Rp 250 per hari.
"Dengan upah harian itu, ditambah sedikit tabungan hasil kerja serabutan selama empat tahun tidak bersekolah, saya bisa melanjutkan belajar di SMP sampai tamat tahun 1982," cerita Marianus di Zeu, Kecamatan Soa, Ngada, awal Juni.
Di Zeu yang berjarak sekitar 40 kilometer utara Bajawa ini, ia punya kebun. Ia menyambangi kebunnya dengan mobil pribadi. "Saya harus konsisten dengan kebijakan mobil dinas hanya dimanfaatkan untuk kepentingan dinas," ujar bupati yang mengaku menggunakan Toyota Kijang tahun 1995 sebagai mobil dinasnya.
Kuliah sambil bekerja
Meski tak ada dana pendidikan dari keluarga, semangat belajar Marianus tetap tinggi. Ini antara lain tampak dari tekadnya kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT.
Untuk membiayai kuliah, dia bekerja pada perusahaan asuransi di Kupang. Tahun 1988 dia memutuskan berhenti bekerja dan meninggalkan bangku kuliah. Dia tertarik bekerja sebagai pelaku pariwisata di Bali.
Pergilah Marianus ke Bali dan bekerja pada perusahaan kargo yang bergerak di bidang ekspor-impor. Tahun 1990 ia memutuskan mendirikan perusahaan kargo miliknya sendiri. Setelah merasa cukup mengumpulkan modal, ia kembali ke NTT. Sekitar tahun 2006, ia mendirikan PT Flores Timber Specialist dengan bidang usaha penanaman dan pengembangan berbagai jenis kayu bermutu.
Bersamaan dengan itu, ia juga gencar mendorong dan memotivasi masyarakat di pedesaan Ngada untuk menanam pohon jati emas, mahoni, dan beberapa jenis pohon lainnya. Dia menyebut tanaman berbagai jenis pohon itu sebagai investasi atau tabungan jangka panjang. Untuk itu, ia merogoh kocek guna mendatangkan berbagai benih pohon dari Jawa Barat.
Sejak tahun 2007, benih-benih pohon itu disemaikan di Zeu. Tempat persemaian ini menghasilkan sekitar dua juta anakan siap tanam per tahun. Dari hasil persemaian tahun pertama, Marianus menyisihkan sekitar 70.000 anakan untuk ditanam di lahan miliknya seluas 70 hektar di Zeu.
Sedangkan lebih dari 1,9 anakan hasil tahun pertama dan empat juta anakan, dari persemaian tahun kedua dan ketiga, dia bagikan untuk warga pedesaan Ngada.
Di kebun miliknya, pohon-pohon itu tumbuh subur. Sebagian pohon sudah bergaris tengah 20-25 sentimeter. Ia memperkirakan, dalam waktu 10 tahun ribuan pohon itu siap dipanen. Menurut dia, satu pohon bisa menghasilkan sekitar satu kubik kayu seharga lebih kurang Rp 16 juta-Rp 17 juta.
Selain menjadi tabungan jangka panjang bagi pemilik pohon, usaha ini pun memberi keuntungan ganda bagi daerah setempat. Sesuai ketentuan yang berlaku, pembeli kayu wajib menyetor Rp 25.000 per pohon untuk kas desa. Pedagang juga wajib membayar surat izin kayu olahan sebesar Rp 22.500 per kubik untuk pendapatan asli daerah.
"Itulah mengapa saya serius memotivasi warga Ngada menanam berbagai jenis pohon bermutu. Ini jelas bisa memberi keuntungan bagi warga, desa, juga pemerintah daerah. Pada saat yang sama, lingkungan hidup kita pun terselamatkan," tuturnya.
Paket ternak
Selain memotivasi dan menyediakan benih pohon, Marianus juga membagikan sejumlah paket sapi dan babi untuk diternakkan warga setempat. Polanya, bagi hasil secara berimbang. Ini disebut Marianus sebagai program pemberdayaan ekonomi rakyat atau perak.
"Sekarang sapi hasil program perak jumlahnya sekitar 2.700 ekor. Jumlah itu termasuk 920 ekor punya saya sendiri," kata Marianus, yang maju dalam pertarungan pilkada Ngada karena dipengaruhi sahabatnya.
Saat ditanya tentang kekuatannya sehingga bisa meraih suara terbanyak dalam Pilkada Ngada 2010, Marianus tak langsung memberi jawaban.
Dia hanya menduga ini merupakan "buah" dari dorongan dan motivasi yang diberikannya kepada masyarakat pedesaan selama ini, seperti memberi benih pohon gratis serta mengadakan paket sapi dan babi dengan pola hasil berimbang.
"Saya tidak punya pikiran macam-macam, cuma ingin masyarakat mau menanam pohon bermutu karena ini bisa meningkatkan kondisi ekonomi kita semua," ujarnya.
Apa yang dilakukan Marianus pada tahun-tahun sebelum dia menjadi bupati itu tanpa titipan pesan apa pun, apalagi terkait pilkada Ngada. Ini rupanya yang justru membuat dia mampu meraih suara terbanyak.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 18 JUNI 2012
mantap, maju terus bupati Ngada... doa dan dukungan kami selalu!!
BalasHapusSalam angat-angat.... to KOMPAS..... Bravo Mr. Marianus
BalasHapusMembaca hal diatas, kami orang ngada perlu yang jujur ingin berterus terang..... Tuhan Bimbinglah kami.....
1. Bahwa kemenangan Mr. Marianus saat pilkada tidak terlepas dari dukungan team sukses. dengan menjual perjalanan hidup MS yang membuat iba pemilih. perasaan iba membuat pemilih menjadi tidak rasional dan menutupi track record seseorang... dan ini mungkin baru disadari. disamping itu, masyarakat yang irasional,yang selama itu terpinggirkan, tidak dperhatikan, mendapat suatu pegangan/perhatian dari MS, ikut mempengaruhi sehingga janji muluk dari MS yang tidak masuk akal bisa diterima. misalnya, janji harga jagung dari Rp. 2500 menjadi Rp. 26.000, harga kopi menjadi 1 juta 300 per kg, janji menutup mata rantai pasar, dermaga ekspor impor, pembangunan jembatan/sarana penghubung di daerah terisolir, anggaran utk setiap desa 1 miliar, sepeda motor utk setiap kades, dan masih banyak janji yang tidak akan terlupakan. Supaya Kompas tahu, semua janji tersebut tidak ada yang terelisasi.
2. Marianus menyisihkan sekitar 70.000 anakan untuk ditanam di lahan miliknya seluas 70 hektar di Zeu?....
Perlu diketahui, tidak ada tanah milik marianus seluas 70 ha di daerah tersebut. Kontrak lahan yang dilakukan penuh dengan tipu muslihat, dengan tidak melibatkan seluruh komponen pemilik tanah ulayat. dan benar saja sangat menguntungkn masyarakat karena dengan kontrak yang tidak melibatkan pemerintah, cacat hukum, maka berbahagialah pemilik lahan karena mendapat durian runtuh.
3. Marianus juga membagikan sejumlah paket sapi dan babi untuk diternakkan warga setempat. Polanya, bagi hasil secara berimbang. Ini disebut Marianus sebagai program pemberdayaan ekonomi rakyat atau perak?...
Program ini mempergunakan Dana alokasi Umum (DAU), sehingga banyak mengorbankan aspek2 pembangunan lain. Bagi hasil berimbang? Ha ha ha, proses pengadaan ternak saja, yang dilakukan dengan sistem tender/melibatkan pihak ke tiga jelas merugikan masyarakat karena dana pengadaan harus dibagi lagi ke pihak ketiga yang sebenarnya paling untung dalam kegiatan ini (disinyalir pihak ketiga dimainkan oleh sang bupati itu sendiri). Sebgai conth; untuk pengadaan sapi saja, pagu anggaran 6 juta 500 ribu, harga beli pihak ke tiga 2 juta sampai 3 juta saja ….. dan jelas2 standar harga sapi di mark up sedemikian rupa, melalui bargaining politik dgn DPR. apa salahnya kalo 6,5 juta tersebut langsung dibagikan ke masyarakat…… belum lagi kendala banyaknya hewan yang mati, cost pemeliharaan, waktu, dll, jangankan keuntungan untuk balik modal (BEP) saja mungkin hanya hayalan belaka.
Lebih parah lagi, pengadaan tersbut tidak dilakukan didalam daerah tapi dilakukan di luar daerah….DAU sekitar 18 miliar utk ngada pindah ke daerah lain, ibaratnya orang ngada hanya kebagian tai nya saja.
4. Koran KOMPAS adalah media publikasi terhormat di Indonesia telah tercoreng dengan berita tersebut. Pemberitaan harus melalui penyelidikan langsung, dengan wawancara responden yang benar2 paham, bukan hanya berdasarkan pernyataan Bupati dan kroni-kroninya. ….. apabila dimulai dengan kebohongan, maka akan terus berbohong utk menutupi kebohongan tersebut. Wasallam.