Jumat, 08 Juni 2012

Cucu Sumiati-Gunawan: Bekal Hidup untuk Anak Putus Sekolah

GUNAWAN
Lahir: Ponorogo, 17 Februari 1975
Sekolah:
- SD Kedungbanteng (1986)
- SMPN Sukorejo (1989)
- SMA Katholik Taruna Jaya Sampit (1993)

CUCU SUMIATI
Lahir: Bogor, 23 Mei 1980
Anak:
- Riandito (12)
- Angelina Oktavia Kirana (5)
Pendidikan:
- SD Langensari (lulus 1992)
- SMP PGRI 214 Cijeruk (1995)
- SMEA Eka Prasetya (1998)
Organisasi:
- Ketua Kelompok Pemberdayaan Masyarakat Desa Palasari (dari 2002)
- Ketua Pos Keluarga Berencana Desa Palasari
- Anggota Kaukus Politik Perempuan Indonesia  Kabupaten Bogor (dari 2009)
- Badan Khusus Perempuan Ekonomi, dan Koperasi Himpunan Kerukunan Tani 
  Indonesia Kabupaten Bogor (2010)
- Pengurus Fatayat Nahdlatul Ulama Kabupaten Bogor (2010)

Prihatin dengan banyak anak putus sekolah di lingkungannya, pasangan suami-istri Cucu Sumiati (32) dan Gunawan (37) tergerak untuk memperbaiki keadaan. Satu demi satu anak dan orangtuanya didatangi. Mereka dibujuk bersekolah dengan iming-iming gratis. Dari usaha itu, lahirlah sekolah gratis sejak pertengahan tahun 2011.

OLEH MUKHAMAD KURNIAWAN

Hanya berbekal survei kecil-kecilan, keduanya memberanikan diri mengajukan pendirian kelas jauh ke pengelola Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Cijeruk di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Cucu meyakinkan banyak siswa tak mampu melanjutkan sekolah karena faktor jarak dan ketiadaan biaya.
     "Kami survei di dua RT (rukun tetangga), yakni RT 4 dan 1 Desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk, untuk membuktikan bahwa benar ada banyak anak putus sekolah. Hasilnya ada 35 anak putus sekolah atau sekitar 85 persen dari seluruh anak usia di bawah 15 tahun di daerah itu," kata Cucu.
     Cucu dan Gunawan kian termotivasi membujuk lebih banyak anak ketika Kepala SMP Negeri 1 Cijeruk Abdul Rozak merespons positif permohonan pendirian kelas jauh. Kepada orangtua calon siswa, Cucu berjanji menggratiskan biaya pendidikan. Selain itu, dia juga akan mengusahakan seragam, sepatu, dan alat tulis secara gratis.
     Usaha itu tak mudah meski Cucu dan Gunawan berulang menjanjikan gratis. Sebagian orangtua tak ingin anaknya bersekolah karena harus bekerja. Mereka antara lain harus membantu berdagang, menjadi pengasuh anak, dan pembantu rumah tangga. Sebagian ingin anaknya sekolah, tetapi tak mampu membayar ongkos transportasi, membeli sepatu dan seragam, serta keperluan lain. 
     Jarak dari rumah anak-anak itu ke SMP negeri terdekat, yakni SMP Negeri 1 Cijeruk, hanya beberapa kilometer. Namun, mereka harus mengeluarkan ongkos Rp 6.000-Rp 10.000 untuk sekali jalan dengan angkutan umum dan ojek. 
     "Jangankan mengeluarkan Rp 20.000 untuk biaya transportasi anak ke sekolah, kebutuhan sehari-hari saja kadang tak terpenuhi karena memang tak ada uang. Penghasilan orangtua sebagai buruh harian lepas, buruh tani, dan pedagang tak cukup," kata Cucu.

Kelas jauh
     Terhitung mulai Juli 2011, Cucu dan Gunawan diberi kepercayaan mengelola kelas jauh SMP Negeri 1 Cijeruk. Keduanya diizinkan menggunakan salah satu ruang kelas di SD Langensari untuk menggelar kegiatan belajar mengajar. Waktu belajar berlangsung pukul 12.30-17.00 setelah jam pelajaran SD Langensari berakhir.
     Demi menjawab kepercayaan itu, Cucu dan Gunawan bergerilya mencari calon siswa. Setiap hari, 2-3 rumah warga didatangi meski tak semuanya berhasil. "Kadang hanya satu anak (menyatakan siap sekolah) dari 'perburuan' sehari," ujarnya.
     Dari gerilya selama beberapa pekan, Cucu dan Gunawan berhasil merangkul 24 anak putus sekolah di sekitar tempat tinggalnya. Mereka antara lain dari Desa Palasari dan Desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, serta Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Ketiga desa dan kelurahan itu berdekatan.
     Para calon siswa yang terjaring adalah lulusan SD Langensari, Tajur Halang 2, Tajur halang 3, dan Palasari. Sebagian di antaranya telah 1-3 tahun berhenti sekolah dan telah bekerja. Ada beberapa yang diizinkan bersekolah oleh orangtuanya tetapi tetap bekerja pada pagi harinya.
     Dengan membuka kelas jauh di SD Langensari, jarak dari rumah siswa ke sekolah menjadi relatif dekat. Mayoritas siswa Cucu-Gunawan pun menjangkau sekolah dengan jalan kaki. Belakangan, SMP Negeri 1 Cijeruk kelas jauh itu disebut SMP Terbuka Cijeruk dengan dua guru tetap, yakni Cucu Sumiati dan Gunawan.
     Persoalan tak berhenti setelah kelas jauh berdiri. Cucu dan Gunawan harus menepati janji gratis yang ditawarkan kepada orangtua. Oleh karena itu, pada awal tahun ajaran, sebagian siswa yang tak mampu membeli seragam dan sepatu diizinkan memakai baju bebas dan tanpa sepatu.
     "Saya keliling ke tetangga-tetangga untuk mencari donatur dan meminta sumbangan seragam SMP pantas pakai. Alhamdulillah, semua siswa bisa berseragam dan bersepatu layaknya siswa SMP lain," kata Cucu.
     Ada beberapa siswa yang harus naik angkutan umum untuk pulang-pergi sekolah. Tak jarang, Cucu dan Gunawan harus menyumbang ongkos transpor karena ketiadaan biaya. "Asal bisa bersekolah, kami siap cari bantuan untuk transportasi," kata Cucu.
     Cucu dan Gunawan hanyalah lulusan sekolah menengah atas (SMA). Namun, keterbatasan itu tak menghalangi niat keduanya belajar secara otodidak dan menularkan ilmu kepada para siswanya . Buku pelajaran dan literatur pendukung Matematika, Fisika, Geografi dan Bahasa Inggris mereka pelajari untuk diajarkan kembali.
     Cucu dan Gunawan selalu berinovasi untuk menyiasati keterbatasan sarana sekolah. Untuk pelajaran praktik komputer, misalnya, keduanya menggalang dana patungan siswa untuk menyewa komputer di warung internet. Dengan modal Rp 500 per siswa, Cucu dan Gunawan bisa menyewa 5 unit komputer selama satu jam. Satu unit komputer untuk 4-5 siswa.
     Cucu dan Gunawan juga melobi pemilik renang agar bisa praktik renang berbiaya murah. Keduanya juga belajar menjahit, menyulam, dan merajut secara otodidak untuk kemudian ditularkan kepada 24 siswanya pada pelajaran keterampilan atau ekstrakurikuler.
   Meski berstatus guru pamong (sukarelawan) dengan honor Rp 200.000 per bulan, Cucu dan Gunawan selalu bersemangat menggelar kegiatan belajar-mengajar bagi para siswanya. Keduanya bahkan menggelar enam hari belajar dalam sepekan dengan lama belajar 4,5 jam per hari. Menurut Cucu, sebagian SMP terbuka hanya belajar 3-5 hari sepekan.
     Pada awal belajar, tak sedikit siswa minder karena bersekolah di kelas jauh atau siswa SMSP Terbuka. Namun, Cucu dan Gunawan selalu menyuntikkan motivasi dan beberapa prinsip, yakni berani, jujur, optimis, saling menghargai, dan mau bekerja keras.
     "Prinsip-prinsip itu bekal hidup. Kami tak ingin anak-anak itu terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan lagi. Sudah miskin, tak mau sekolah (belajar ) lagi,' kata Gunawan.

Dikutip dari KOMPAS,SENIN, 28 MEI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar