Rabu, 19 Januari 2011

Ade Sugema : Memacu Mutu Manggis Indonesia


ADE SUGEMA

Lahir : Purwakarta, 5 Februari 1962
Istri : Aas Komariah (42)
Anak : Nia Agustina (18), Dian Hendrayana (13), Ari Maulana (7)
Pendidikan :
- SD Babakan I (lulus 1976)
- SMP Negeri Wanayasa (1979)
- Sekolah Pertanian Menengah Atas Bandung (1982)
Organisasi :
- Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Wanayasa (2008-kini)
- Pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Purwakarta
- Ketua Gabungan Kelompok Tani "Warga Medal" Wanayasa (2004-kini)
- Ketua Kelompok Tani Wargi Mukti

Manggis, si ratu buah tropis, memang rumit. Namun, ketelatenan Ade Sugema (48) membuat manggis "jinak". Kini, petani Purwakarta, Jawa Barat, dan sejumlah daerah lain dapat menikmati hasil kerja kerasnya. OLEH MUKHAMAD KURNIAWAN Manggis (Garcinia mangostana L) adalah komoditas utama ekspor buah Indonesia pada tahun 2006, Kementerian Pertnian mencatat ekspor manggis mencapai 5.697 ton dengan nilai lebih dari 3,6 juta dollar AS. Negara tujuan antara lain China, Hongkong, Uni Emirat Arab, Belanda, dan Arab Saudi.
Jawa Barat merupakan pemasok utama produksi manggis di Indonesia. Pada tahun 2007 mengacu data Badan Pusat Statistik Jawa barat, dari 112.722 ton produksi manggis Indonesia, 60.277 ton atau 53,4 persen diantaranya berasal dari sejumlah sentra di daerah itu, seperti Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Purwakarta, Subang, dan Bogor.
Cita rasa khas dan penampilan menarik membuat manggis digemari konsumen. Namun, pengembangannya relatif sulit. Pohon manggis dikenal memiliki karakteristik pertumbuhan yang lambat, perakaran kurang baik, serta sensitifterhadap suhu dan intensitas sinar matahari.
Penanganan panen dan pascapanen buah yang banyak tumbuh di kebun rakyat itu juga belum maksimal. Tak sedikit kulit dan daging buah terluka dan bergetah karena cara memetik, penggunaan alat petik, dan proses pengangkutan yang kurang tepat.
Ade memulai kampanye melalui kelompok tani tani Wargi Mukti di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, tahun 1992. Bekal pengetahuan dari sekolah pertanian dan pekerjaan di Balai Benih Induk Hortikultura Dinas Pertanian Jabar dia tularkan kepada anggota.
Anggota diingatkan akan pentingnya menangani panen. Sebelumnya manggis dipanen dengan cara dikait dengan tongkat dan dijatuhkan. Cara itu rentan, membuat buah memar, pecah, dan bergetah. "Buah yang seharusnya masuk kategori super pun bisa rusak dan tak laku karena cara panen seperti itu," ujarnya.
Ade mengenalkan teknologi sederhana, yakni alat pemetik berupa tongkat dengan pengait dan kantong di bagian ujung, kepada petani lain. Dengan alat itu, buah tak jatuh ke tanah. Tingkat kerusakan dapat ditekan dan kualitas buah terjaga.

Pembibitan

Ade juga berupaya mengatasi lamanya masa berbuah. Pembibitan tradisional melalui biji,seperti banyak dilakukan petani, dinilai kurang efektif karena pohon baru berbuah setelah usia 11 tahun. Uji coba berkali-kali membawa Ade pada kesimpulan bahwa masa berbuah lebih cepat dengan cara penyambungan.
Dia menyambung bibit yang tumbuh dari biji dengan pucuk tegak yang dipotong dari pohon induk. Cara itu rupanya memperpendek usia berbuah menjadi kurang dari 5 tahun. hasil uji coba terakhir, bibit sambungan mulai berbuah di usia 3 tahun, bahkan dengan ditanam di pot sekalipun.
Ade mulai mengenalkan teknik penyambungan kepada anggota kelompok dan petani manggis lain di Wanayasa tahun 1996. Sepanjang tahun itu, Wargi Mukti memproduksi dan menjual hingga 1.000 bibit pohon. Pelan tetapi pasti, petani yang mampu membibit pohon dengan cara itu bertambah jumlahnya.
Ade memerhatikan betul teknik, alat, serta sumber bibit dan pucuk sambungan. Usaha pembibitan yang ditekuninya berkembang. Sepanjang tahun 2010, misalnya, kelompok Wargi Mukti menjual hingga 15.000 bibit manggis berlabel yang dikirim ke sejumlah kota/kabupaten di Jabar dan luar Jabar. Sebagian diantaranya pesanan instansi terkait untuk program pengembangan buah tropis.
Ade tak pernah pelit untuk berbagi. Dia juga membagikan pengetahuannya kepada petani lain di Purwakarta dan daerah lain, terutama melalui wadah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ataupun Kontak Tani Nelayan Andalan.
Selain teknik pembibitan, Ade membantu mengatasi persoalan petani. Saat pohon-pohon manggis rusak dan terancam mati karena jamur, misalnya, dia membagi "resep" dari kesimpulan pengamatannya selama bertahun-tahun.
Ade mengamati, mengutak-atik, dan berkesimpulan atas uji cobanya. Untuk mengatasi jamur, dia meminta petani menanam pohon hanjuang atau tanaman kepulaga di dekat pohon manggis. Perakaran kedua tanaman itu dinilai efektif mematikan dan mencegah jamur pada pohon manggis.
Dari 25 petani anggota Wargi Mukti, 10 orang diantaranya kini memproduksi bibit manggis berlabel biru dan ungu dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Jabar. Empat dari 10 petani pembibit itu juga telah mewarisi keahlian Ade karena mampu memproduksi bibit dengan teknik sambung yang kian diminati konsumen.

Sertifikasi

Selain petani dan warga di sekitar tempat tinggalnya di Kampung Gandasoli, Desa babakan, Kecamatan Wanayasa, Ade dan kebun manggisnya juga merupakan laboratorium lapangan bagi peneliti, dosen, dan mahasiswa pertanian. Beberapa tahun menjelang pengajuan pelepasan varietas unggul Wanayasa tahun 2006, kesibukan Ade meningkat karena salah satu pohonnya menjadi obyek penelitian.
Proses pengajuan pelepasan varietas unggul itu melibatkan Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta, PusatKajian Buah-buahan Tropika Institut Pertanian Bogor, balai Penelitian BuahSolok, dan BPSBTPH Jabar. Tanggal 25 September 2006, pemerintah menetapkan manggis wanayasa sebagai varietas unggul.
Manggis Wanayasa dinilai unggul dalam ukuran buah yang memenuhi standar nasional untuk ekspor; bentuk buah bulat, warna merah keunguan, daging putih dengan rasa manis segar, daya simpan lama, kelopak kuat, dan beradaptasi dengan baik di dataran tinggi. Kini, sekitar 100 pohon milik anggota Wargi Mukti telah lolos sertifikasi BPSBTPH Jabar sebagai pohon induk. Upaya itu penting untuk menjaga mutu bibit demi menghasilkan buah yang unggul.
Setahun terakhir, Wargi Mukti memfokuskan diri dalam produksi bibit. Upaya itu dinilai penting karena semakin banyak bibit unggul ditanam masyarakat, potensi peningkatan jumlah dan mutu produksi akan meningkat. Melalui kerjasama antaranggota dan bantuan modal pemerintah, kelompok itu menargetkan produksi hingga puluhan ribu bibit per tahun. Harapannya, mutu dan jumlah manggis asal Purwakarta, juga Indonesia, dapat meningkat.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 20 JANUARI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar