Selasa, 18 Januari 2011

Rasman dan Listrik Mikrohidro dari Cianjur


BIODATA

Nama : Rasman Nuralam
Lahir : Cianjur, Jawa Barat, 5 Mei 1970
Istri : Sunarsih (27)
Anak :
- Rita Hendrayani (18)
- Ama Musropa Jabar (12)
- Sayidah Noorunisa (6 bulan)
Pendidikan :
- SDN Batuireng, Desa Puncakbaru, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat,lulus 1984
Pelatihan :
- Seminar Pelestarian Hutan Berbasis Masyarakat, bandung
- Pelatihan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro, Jakarta
- Lokakarya Participatory Rural Appraisal, Jawa Tengah
- Lokakarya Pengelolaan Konflik, Medan

Rasman Nuralam adalah seorang penggiat lingkungan yang berhasil mengajak warga Desa Cibuluh, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk menanami kembali sebagian kawasan hutan cagar alam Gunung Simpang.

Oleh INGKI RINALDI

Lahan seluas 15.000 hektar yang terletak sekitar 70 kilometer dari bandung itu ditanami berbagai jenis pohon, seperti mahoni, kibanen, jamuju, kisereh, kipait, kiputri, mala, gelam, huru, dan puspa, setelah terkena penjarahan pada awal era reformasi.
Selain itu, Rasman juga berhasil membuat pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dan mengelolanya bersama warga. Ia pun menginspirasi warga di desa-desa sekitar untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka sembari melestarikan lingkungan dan menjaga keberlangsungan aliran air lewat keberadaan pohon.
PLTMH adalah sumber listrik skala kecil dengan daya di bawah 500 kWh dan menjadi solusi untuk wilayah pedesaan yang belum terjangkau listrik.
PLTMH memanfaatkan sungai kecil yang selama ini digunakan sebagai saluran irigasi sawah. Jalur sungai itu berada di wilayah bertopografi curam.
Aliran air yang ditampung dalam bendung kecil lantas disalurkan melalui pipa besar kearah turbin di bagian bawah hingga menghasilkan kekuatan setara air terjun. Konsep PLTMH mengharuskan warga berpartisipasi menjaga wilayah hutan dengan jaminan keberadaan pohon di dataran tinggi.
Rasman ditemui di Pusat Pendidikan Ligkungan Hidup (PPLH) Seloliman, Dusun Biting, Desa Seloliman, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dalam workshop tentang PLTMH, awal Mei lalu.
PLTMH di Desa Cibuluh yang dibangun rasman dan warga sudah bisa dinikmati sejak 15 April 2006. Pembangunannya dimulai pada 25 Juli 2005.
"kami sempat hampir bangkrut karena dana tahap kedua dari GEF (Global Enviromental Facility-Small Grants Programe/GEF-SGF) lama sekali turunnya," katanya tentang lembaga pemberi bantuan untuk proyek PLTMH di Desa Cibuluh.
Setelah berjibaku dengan ancaman bangkrut, PLTMH itu bisa diselesaikan. Biaya investasi PLTMH sekitar Rp.300 juta. Daya yang dihasilkan 20 kWh dan bisa memberi listrik untuk lebih dari 120 rumah. Setiap rumah mendapat sekitar 100 watt.
Dengan skema pengelolaan pembangkit listrik yang berdiri sendiri tanpa campur tangan PLN, mereka menetapkan tiga tipe tarif pembayaran. Mereka yang punya televisi dan parbola harus membayar Rp.20.000 per bulan, Rp.15.000 untuk pemilik rdio, dan Rp.5.000 bagi pemilik lampu.
"namun, ada juga warga yang punya kulkas. Mereka membayar Rp.25.000 per bulan. Di Cibuluh itu sudah dingin, tetapi ada juga warga yang punya kulkas," katanya tentang perilaku sebagian warga di desa yang berada di ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut itu.

Pembalak liar

PLTMH yang dibangun Rasman dan warga setempat menjadi solusi atas ketiadaan listrik di daerah itu. Selama ini warga memenuhi kebutuhan listrik dengan sejumlah cara, seperti menggunakan kincir air, menggandol (mencuri listrik PLN), dan dengan panel surya. Enam orang tewas sejak 1975 akibat konstruksi listrik yang dibangkitkan tenaga kincir air dibangun "asal-asalan".
"Listrik tenaga kincir air juga rawan konflik karena perebutan aliran air," ujarnya. Maka, bila warga bisa memenuhi kebutuhan listrik mereka, PLN tak lagi menjadi satu-satunya tempat berharap. "Bukannya saya menolak PLN, tetapi mengapa kami harus membayar ke pihak lain padahal kami bisa membikin sendiri? Selain itu uang penjualan listrik (PLTMH) dikembalikan lagi ke kas desa dan bisa dipakai oleh warga yang membutuhkan," ujarnya.
Koordinator Nasional GEF-SGF, Avi Mahaningtyas, menganggap Rasman sebagai inisiator yang berhasil. Sejumlah rekannya, seperti Sumarna (37), salah seorang pengelola PLTMH, menyebut dia pekerja keras yang ulet.
Sebagai penggiat lingkungan, Rasman berhasil mengajak warga desa yang semula pembalak liar menjadi pencinta hutan. Ini dimulai pada Oktober 1999. Saat itu, Rasman, warga Kampung Citamun, Cianjur, ditangkap warga Dusun Sirnagalih, Desa Neglasari, Kecamatan Cidaun , Kabupaten Cianjur, yang kesal pada tindakannya sebagai pembalak liar.
"Saya masuk penjara Polsek Cidaun selama dua minggu," ujar Rasman yang ditangkap warga saat menebang pohon kibanen berdiameter 1,5 meter. Selama mendekam dalam tahanan, ia terpikir untuk mengubah jalan hidupnya.
"Saya mau bertobat. Saya tidak mau main judi lagi," kata pria yang menambahkan "Nuralam" dibelakang nama Rasman sebagai pertanda "kelahiran" barunya.
Dia menjadi pembalak liar setelah diminta salah seorang oknum Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Selama nyaris sepanjang tahun 1999 itu, Rasman menjadi pembalak liar dengan "senjata" mesin pemotong pohon (chainsaw).
Ia menambahkan, banyak pemodal yang sesungguhnya berandil besar terhadap kerusakan hutan kita.
"Selama ini orang miskin selalu disebut tidak berdaya jika mereka tidak merusak hutan. Padahal, orang miskin itu disuruh oleh orang kaya. Mengapa yang selalu diangkat ke 'permukaan' itu orang miskin yang seakan-akan tak berdaya kalau tidak mengambil (hasil) hutan?" tutur Rasman.

Penghasilan merosot

Tak mudah baginya meninggalkan dunia pembalak liar. Penghasilan Rasman sebagi pembalak liar ditambah hasil sawahnya ketika itu sekitar Rp.5 juta. Jumlah itu merosot drastis, sampai lebih dari setengahnya.
"Namun biar penghasilan saya dulu besar, yang namanya harta syubhat, hilang juga cepat," katanya.
Selepas dari bui, Rasman kembali ke kampung dan mencalonkan diri sebagai Kepala Dusun Mekalaksana, Desa Cibuluh, periode 2000-2005. Ia terpilih.
Setelah itu, Rasman menjadi Ketua RW 03 di lingkungan Desa Cibuluh yang membawahi lima RT. Dia mendapat pengetahuan tentang konservasi hutan dan PLTMH dari organisasi nonpemerintah, Yayasan Pribumi Alam Lestari dengan metode participatory rural appraisal (PRA).
Organisasi itu pula yang mengirim Rasman ikut pelatihan di pabrik turbin air CV Cihanjuang Inti Teknik di Cimahi pada 2004. Ia sempat mengalami masa kebingungan pada 2002-2003 karena warga menolak mengubah kebiasaan dari pembalak liar menjadi pencinta lingkungan.
Rasman sampai diancam diberhentikan sebagai kepala dusun dan gajinya berupa beras 1,5 ton per tahun tak akan diberikan. Ancaman itu tak pernah terwujud karena warga kemudian menyetujui ajakan dia untuk menjadi pencinta dan penggiat lingkungan. Warga pun mau menanam pohon demi menjaga ketersediaan aliran air.
Selain itu, bersama Badan Permusyawaratan Desa, Rasman juga mendirikan Reksa Bumi, lembaga yang fokus pada kegiatan pelestarian hutan dan air.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 26 MEI 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar