ENOCH ATMADIBRATA
Lahir : Garut, Jawa Barat, 19 November 1927
Istri : Yulianingsih (almarhumah)
Anak : Asep Nugraha (31)
Penghargaan :
- Satya Lencana Kebudayaan Presiden RI, 2003
- Penghargaan Kebudayaan dari Gubernur Jabar, 2010
- Penghargaan Kebudayaan sebagai Seniman: Pengabdian terhadap Pembangunan Kebudayaan
dan Pariwisata Jabar dari Disbudpar Jabar, 2001
- Penghargaan Seniman Kota Bandung dari Walikota Bandung, 2007
- Penghargaan Seniman Senior Indonesia Maestro Seni Tradisi dari Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata Republik Indonesia, 2009
Pertengahan tahun 1968, ceramah Enoch Atmadibrata tentang tarian Sunda di Konservatori - kini Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung mengundang decak kagum perwakilan Institute of Ethnomusicology University of California. Saat itu, ia memaparkan tentang pentingnya pengemasan pertunjukan dan dokumentasi dalam berbagai kesenian rakyat.
OLEH CORNELIUS HELMY
Tanpa diduga, perwakilan University of California (UCLA) langsung memberikan penawaran beasiswa bagi Enoch untuk belajar di AS selama tiga tahun. Tujuannya, membantu seniman Indonesia mengembangkan pertunjukan kesenian rakyat.
Hati Enoch muda pun penuh dengan perasaan bangga dan senang, "Saya bertekad mencari ilmu yang banyak untuk mengakat dan ikuy membesarkan berbagai nernahai kesenian eakyat Indonesia," kata Enoch yang masih kesulitan berbicara karena sakit dan harus didampingi salah satu muridnya, Yuli Sunaryo (53), pertengahan Januari.
Pengalaman belajar di luar negeri menunjukkan banyak karya seni rakyat Indonesia butuh pengembangan terutama pengemasan panggun. Saat itu, mayoritas teknik pengemasan panggung kesenian rakyat di Indonesia tanpa ornamen dan membosankan, Ia khawatir kesenian rakyat akan kehilangan peminat.
Hal itu berbeda dengan teater rakyat Jepang, Kabuki. Teater yang memadukan tari dan nyanyian dengan cerita lokal ini dipentaskan di panggung ber setting meriah. Setiap babak diberi latar belakang berbeda dengan warna beraneka ragam.
Enoch mengatakan, Indonesia juga memiliki bentuk kesenian seperti kabuki, salah satunya wayang orang, merupakan pentas perpaduan tari, teater, dan nyanyi yang unik. Namun, saat itu wayang orang belum dikemas dengan baik khususnya penataan panggung.
Contoh pengemasan panggung yang baik juga dia lihat saat diundang menjadi pembicara di Radio BBC Inggris. Saat itu is juga melihat penataan akustik dan audio pada seperangkat gamelan minimalis. hasilnya, ragam dan jenis syara yang jernih. Kondisi itu jarang ia temui di Indonesia, Seringkali suara gamelan dalam suatu pementasan seni tak terdengar baik meski diperkuat banyak variasi alat lainnya.
"Kesimpulannya, penataan dan pengemasan panggung yang dimiliki negara lain jauh lebih baik. Hal itu sangat disayangkan karena kekuatan dan potensi seni rakyat Indonesia tidak kalah berkualitas," katanya.
Cinta menari
Keinginan Enoch membesarkan kesenian rakyat segera ia wujudkan setiba di Tanah Air. Penataan panggung ala kabuki dan penempatan audio yang tepat menjadi kekuatan setiap pertunjukkan Enoch. Beberapa pertunjukan tari yang berhasil ia gelar antara lain "Mundinglaya Dikusuma", "Sangkuriang", dan "Nyi Pohaci Sanghyang Sri".
Kecintaan Enoch kepada dunia seni tak lepas dari kesenangannya menari. Lelaki asli Garut ini pertama kali belajar tari klasik Sunda dari Raden Gandjar pada tahun 1943. Setelah perang kemerdekaan RI, Enoch melanjutkan belajar tari pada Raden Tjetje Soemantri di Bandung.
Tak puas, Enoch juga belajar tari wayang dari Mochamad Sari Redman, tari keurseus, dan berguru tari topeng Palimanan dari Bi Dasih, tahun 1960. Lewat kecintaannya kepada tari, ia merintis berdirinya Konservatori Tari (kini Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung) dan jurusan sendratari di Fakultas Ilmu Bahasa dan Seni IKIP Bandung (kini Universitas Pendidikan Indonesia).
Namanya pun dikenal dikalangan penari Jabar. Ia menciptakan banyak karya baru yang masih sering dimainkan hingga kini, seperti Gending Karesmen Lutung Kasarung, Cendrawasih, Hujan Munggaran, dan Katumbiri. Mayoritas tema yang diangkatnya tentang perjuangan manusia untuk hidup dan mendapatkan keadilan. Tari Cendrawasih, misalnya, diciptakan utuk memberikan ssemangat kepada masyarakat Irian Jaya (kini Papua) memperjuangkan kesetaraan dan hak sebagai warga negara Indonesia.
"Dukungan tak bisa diperlihatkan begitu saja, karena dulu kritik langsung dilarang pemerintah," katanya.
Ciri khas lain yang jarang dimiliki umumnya seniman adalah minat Enoch menulis dan mendokumentasikan karya seni. Hingga kini, ia menghasilkan 14 judul karya tulis dan buku tentang kesenian di Indonesia, diantaranya Panungtun Dalang Wayang Golek di Pasundan (1982) dan Khasanah Seni Pertunjukan Daerah Jawa Barat (2007). Bahkan, ada juga tulisan berbahasa Inggris, seperti Sunda Dance dalam buku Grove Dictionary (1977) dan Ketuk Tilu and Tayuban, Performing Arts (1999).
Enoch juga gemar medokumentasikan karya dalam media elektronik. Koleksinya adalah ratusan rekaman seni pertunjukan dari berbagai negara dan daerah dalam bentuk film, foto, dan kaset.
"Saya ingin semakin banyak masyarakat mengetahui lantas menyukai kesenian dan adat istiadat yang kami miliki," ujar Enoch yang pernah memimpin Misi Kesenian Indonesia yang terdiri dari seni Topeng Cirebon dan Pencak Silat selama tujuh pekan di 24 tempat di AS dan Kanada.
Kini Enoch terbaring sakit dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Kebon Jati, Bandung. Tubuh rentanya mulai kewalahan melawan gangguan prostat, jantung, dan diabetes. Ia harus segera dioperasi, tetapi tim dokter belum memberikan lampu hijau karena kondisi kesehatannya belum memungkinkan.
Nama besarnya terlihat saat banyak pihak peduli terhadap kondisi kesehatan mantan pengajar di University of Santa Cruz, AS, ini. Pemerintah Jabar berinisiatif membebaskan semua biaya pengobatan. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan untuk revitalisasi dokumentasi karya-karya Enoch.
Sekelompok seniman yang mayoritas anak asuhnya berencana mengadakan pertunjukan karya seni Enoch. Keuntungan pergelaran ini untuk membiayai pengobatan.
Enoch sangat berterima kasih kepada semua pihak yang peduli kepadanya. hal itu menjadi semangat baginya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum rampung. Ia berkeinginan terus memperkenalkankarya seni Jabar kepada masyarakat nasional dan internasional.
"Bersama Yayasan Kesenian dan Kebudayaan Jayaloka, saya sedang mengolah dokumentasi banyak karya seni rakyat dalam bentuk digital. Tujuannya agar masyarakat mampu mengenal lebih jauh potensi seni yang dimiliknya," ujar mantan pengajar, tari di University of Ohio ini.
Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 27 JANUARI 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar