Selasa, 25 Januari 2011

Hari Siswoyoto dan Budidaya Jamur Tiram


DATA DIRI

Nama : Hari Siswoyoto
Lahir: Sleman, DI Yogyakarta, 25 Februari 1966
Istri : D Palupi (43)
Anak :
- Adika Diandra (16)
- Raditya Diandra (13)
Pendidikan:
- Sekolah Dasar Kanisius, Minggir, Sleman, DI Yogyakarta
- Sekolah Menengah Pertama Sanjaya, Minggir, Sleman
- Sekolah Menengah Atas Marsudi Luhur I, Yogyakarta
Pekerjaan :
- Karyawan perusahaan otomotif di Jakarta, 1984-2002
- Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah se Jabodetabek, 2002 sampai sekarang

Usaha budidaya jamur yang dirintis Hari Siswoyoto sejak tahun 1995 itu tidak hanya mampu menghidupi keluarganya, tetapi juga memberdayakan sedikitnya 700 petani di daerah Sukabumi, Bogor, dan Cianjur, Jawa Barat.

Oleh AGUSTINUS HANDOKO

Padahal, ide membudidayakan jamur itu muncul secara kebetulan saat ia masih menjadi karyawan sebuah perusahaan otomotif di Jakarta pada awal tahun 1984. Awalnya, Hari Siswoyoto tak terpikir untuk mempunyai usaha sendiri, apalagi membudidayakan jamur.
Dia merasa cukup nyaman menjadi karyawan dengan penghasilan tetap. Inspirasi menjadi pengusaha muncul justru dari seorang pedagang rokok dan minuman. kalau pedagang rokok saja berani punya usaha sendiri, bahkan bisa mengembangkannya dari satu tempat menjadi 10 tempat bejualan, mengapa ia tak berani?
Hari lalu berusaha mencari bidang usaha yang kira-kira bisa dia tekuni. Pilihannya jatuh pada jamur karena dia kerap melihat orang di kampungnya, daerah Sleman, DI Yogyakarta, suka mengonsumsi jamur, terutama ketika musim hujan.
"Ketika itu jamur belum masuk banyak di pasaran. Saya langsung yakin, jamur bisa menjadi peluang yang menjanjikan," kata Hari.
Dimulai dari keyakinan itulah, disela-sela waktu kerjanya, Hari, rajin berburu informasi hingga dia bertemu dengan seorang kepala sekolah pertanian di Sukabumi. Menimba ilmu pertanian dari "ahlinya", dia lalu membuat semacam kebun percontohan jamur di kawasan Cisarua, Bogor.
Percobaan budidaya jamur mulai dari pembibitan hingga panen yang dilakukan Hari relatif berhasil. Namun, keberhasilan itu saja belum bisa dijadikan ukuran untuk memulai usaha. Pasalnya, Hari belum menemukan pasar yang bisa menyerap produk jamurnya secara rutin.

Jaringan pemasaran

"Saya sempat putus asa karena pasar masih asing dengan produk pertanian bernama jamur. Harganya ketika itu juga maih sangat murah sehingga saya rugi jika budidaya jamur ini diteruskan," cerita Hari yang menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) jenis Oister oleim untuk memberdayakan masyarakat pedesaan di Sukabumi, Bogor, dan Cianjur.
Namun, di sisi lain, dia juga pantang berhenti dengan usaha yang dirintis itu. Hari kemudian menyambangi pasar-pasar tradisional di Bogor dan Jakarta untuk membuat jaringan pemasaran jamur.
Ketika itu harga jamur relatif masih murah, sekitar Rp.2.000 per kilogram. Pasar pun mulai terbentuk, dari satu-dua pedagang, beberapa pedagang lainnya pun minta pasokan jamur darinya.
Di sisi lain, produksi jamur yang bisa dia pasok ke pasar-pasar tradisional di Bogor dan Jakarta juga semakin stabil karena banyak petani di Cisarua yang mengikuti jejak Hari.
"Para petani di Cisarua bahkan bisa ikut mengontrol harga karena permintaan pasar cukup banyak. Petani jadi punya daya tawar tinggi terhadap pedagang," kata Hari tentang kondisi pada tahun 1997 itu.
Baruadatahun 2000, Hari dan seorang rekannya mengembangkan budidaya jamur itu secara besar-besaran sehingga makin banyak petani yang bisa dilibatkan. Harga jamur pun sudah meningkat menjadi Rp.6.000 per kilogram.
Seperti layaknya sebuah usaha yang mengalami pasang surut, budidaya jamur yang dikembangkan Hari juga sempat menyurut. Bedanya, usaha jamurnya menyurut karena dia dipindah tugaskan dari kantor di Jakarta ke kantor cabang di salah satu kota di Kalimantan.
Namun, terlanjur cinta pada jamur, Hari lalu memutuskan mengundurkan diri dari kantor tahun 2002. Dia memilih untuk fokus pada usaha jamurnya.
Sampai tahun 2005 semakin banyak petani di daerah Cikidang,Kabupaten Sukabumi, dan Puncak, Cianjur, yang terlibat dalam budidaya jamur yang dikelola Hari. Dengan bertani jamur, para petani bisa mendapatkan penghasilan dari Rp.100.000 hingga Rp.300.000 per hari.

Tumbuh cepat

Dari pengalamannya selama ini, Hari berkesimpulan, budidaya jamur bisa diterima petani dalam waktu cepat sebab relatif mudah. "Jamur itu parasit yang tumbuh cepat dan tidak memerlukan lahan yang luas," katanya.
Jamur tiram, misalnya, bisa dibudidayakan dengan media tanam polybag yang disusun dirak-rak. Untuk budidaya jamur tiram sebanyak 10.000 polybag diperlukan dana sekitar Rp.20 juta.
Rinciannya, untuk bibit Rp.17 juta dan pembuatan rumah budidaya Rp.3 juta dengan ukuran 6 meter x 12 meter. Dari budidaya itu akan diperoleh hasil sekitar 60 kilogram jamur setiap hari.
Belakangan harga jamur tiram sekitar Rp.6.500 per kg dari tangan petani. Di pasar modern harga jamur tiram mencapai Rp.22.500 per kg. Jamur tiram makin diburu konsumen karena memiliki kandungan protein tinggi.
Karena berkembangnya amat cepat, Jamur tiram harus dipanen setiap hari, bahkan bisa dipanen pada pagi dan sore. Pasalnya, jamur yang sudah dibudidayakan akan mati dalam waktu tiga hari sejak tumbuh.
"Satu bibit jamur tiram itu akan terus panen hingga empat bulan sehingga modal usaha rata-rata sudah akan kembali atau impas pada dua bulan pertama budidaya," katanya.
Setelah berhasil memberdayakan petani di pegunungan di wilayah Sukabumi, Cianjur, dan Bogor, belakangan Hari giat mengajak pemilik lahan sempit di Kota Sukabumi. Ia membuat percontohan di Jalan Bhayangkara, Kota sukabumi.
"Dalam waktu empat bulan sudah 24 pembudidaya jamur yang ikut, mereka umunya memiliki lahan amat sempit. Bahkan, ada yang hanya seluas 2 meter x 3 meter, tetapi mereka rutin berproduksi dan menikmati keuntungan," katanya.
Sebagian pembudidaya bahkan melebarkan usaha untuk memberi nilai tambah pada jamur karena hanya jamur berkualitas bagus yang bisa masuk ke pasar modern. Mereka mengolah jamur berkualitas rendah menjadi keripik jamur. Setelah dikeringkan, jamur digoreng. Harga jual keripik jamur ini bisa mencapai Rp.400.000 per kg.
Selain petani, budidaya jamur juga mulai dipraktekkan kesatuan militer dan kepolisian. Hari juga mendampingi usaha budidaya jamur di Sekolah Calon Perwira atau Secapa Polri Sukabumi.
Menurut rencana, konsep budidaya jamur tersebut akan dikembangkan untuk membekali anggota kepolisian keahlian yang bisa memberikan penghasilan di luar kedinasan.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 5 MARET 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar