Rabu, 05 Januari 2011

Julius Hoesan : Upaya Melindungi Pekerja Rotan


JULIUS HOESAN

Lahir : Makassar, 20 Maret 1951
Istri : Meilanie
Anak : Irma Hoesan, Rossalyna Hoesan, Arif Hoesan, Bob Margani Hoesan
Pendidikan :
- SMA Katolik Cendrawasih Makassar, 1969
- Akademi Teknologi Industri Makassar (ATIM) Departemen Perindustrian RI, Makassar, 1974
- Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) Departemen Perindustrian RI, Jakarta, 1980
Organisasi :
- Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI)
- Penasihat DPP Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo)

Ketika pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang pembatasan ekspor rotan, usaha ekspor rotan dan rotan olahan di Palu, Sulawesi Tengah, mati suri. Julius Hoesan tampil bersuara lantang membela ribuan pemetik, pengepul, dan pengolah rotan agar tak kehilangan pekerjaan.

OLEH RENY SRI AYU

Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia mencatat, dari30-an usaha rotan berbasis kerakyatan di Palu, yang tersisa hanya delapan. tak ayal, ribuan pekerja yang menggantungkan hidup pada tumbuhan endemik merambat itu jadi resah. Banyak diantara mereka terpaksa beralih menjadi buruh tambang atau buruh tani. Ratusan pekerja di pabrik-pabrik pengolahan rotan pun terpaksa diistirahatkan.
Salah satu dari segelintir usaha pengolahan dan eksportir rotan yang bertahan adalah milik Julius Hoesan. Pasokan dari perotan di kampung yang dibawa pengumpul rotan tetap dibelinya, kendati hanya menumpuk di tiga gudang. Tak peduli setiap kali rotandatang dan dibayar, berarti menumpuk kerugian atau modal tak berputar, ia tetap menampung rotan petani. Pekerja di gudang juga tetap bekerja kendati jam kerja dikurangi.
Ini dia lakukan demi menjaga hubungan dan menyemangati petani untuk tetap mencari rotan. Jangan sampai petani melihat rotan tak lagi punya nilai ekonomis. "Ketika itu terjadi, mereka tidak lagi mau mencari rotan. Artinya, bukan hanya usaha rotan olahan atau eksportir yang tidak jalan, tapi juga industri kerajinan dan mebel rotan," kata Julius.
Guna menambah nilai ekonomis rotan, ia tetap menampung dan membeli jenis rotan yang tak laku di pasaran namun kerap secara tak sengaja diambil perotan. Dia membujuk rekannya yang bergerak dalam industri kerajinan untuk mencoba membuat sesuatu dari rotan seperti itu.

Sumber devisa

Ada alasan yang membuat Julius gigih memperjuangkan agar rotan tetap eksis dan bernilai ekonomis. Salah satunya, mengkritisi peraturan soal pembatasan ekspor rotan. Rotan yang selama ini menghidupi ribuan orang dan sumber devisa ini, bisa mubazir.
Baginya, pembatasan ekspor rotan agar industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri tak kesulitan bahan baku, tak beralasan. Sebagaimana data Yayasan Rotan Indonesia, kebutuhan industri mebel dan kerajinan dalam negeri antar 30.000 - 40.000 ton per tahun. Padahal, potensi produksi rotan yang dikelola secara lestari mencapai 600.000 ton per tahun. Jenis rotan yang digunakan industri dalam negeri pun paling hanya 7 dari 350 jenis rotan yang ada di Indonesia.
Lebih dari 30 tahun menekuni usaha rotan, ia paham banyak pekerja yang mengandalkan hidup dari industri kerajinan rotan. Pemerintah seharusnya juga melihat fakta lain. Ada ribuan penduduk yang mengandalkan hidup dengan menyuplai rotan untuk eksportir maupun industri.
Julius melihat, kebijakan yang dibuat pemerintah terkait rotan memberi nilai tambah pada industri mebel dan kerajinan rotan. Namun juga mematikan industri hulu yang mencakup di dalamnya para perotan, pengusaha rotan mentah, buruh pekerja, dan eksportir. Bahkan lebih dari itu, kebijakan tersebut justru mematikan nilai ekonomis rotan itu sendiri.
"Ancaman serius datang dari rotan sintetis yang banyak diproduksi di luar negeri akibat kelangkaan bahan baku. Kalau urusan rotan tak diatur dengan bijak, bisa jadi kita sendiri yang membuat rotan kehilangan nilai ekonomis," katanya.

Kelestarian hutan

Julius selalu bangga menyebut rotan sebagai tumbuhan langka di dunia. Mengacu data Yayasan Rotan Indonesia, ia menyebutkan, populasi rotan alam terbesar di dunia sekitar 85 persen, ada di hutan Indonesia. Tak hanya itu, dari 500-an jenis rotan, sekitar 350 diantaranya juga ada di Indonesia. Dengan fakta ini, seharusnya Indonesia bisa menjadi "raja hutan."
Baginya, rotan senantiasa bernilai ekonomis. Bila rotan tetap laku, akan semakin banyak perotan yang melestarikannya. Tak sedikit perotan yang ikut mencegah penebangan liar. Sebagai tumbuhan merambat, rotan harus tumbuh menempel pada pohon inang. "Pantang bagi petani menebangi pohon inang. Jika inang ditebang, tamatlah riwayat rotan," katanya. Atas prinsip itulah, petani rotan adalah bagian dari pelestarian hutan.
Ketertarikan pada rotan dan perjuangan Julius agar rotan tetap lestari berawal pada 1970-an. Saat mahasiswa di Akademi Teknik Industri Makassar, ketertarikannya pada rotan tak sekedar dengan mencari di literatur, tetapi ia kerap masuk ke hutan bersama para petani dan pemetik rotan. Di sinilah ia paham betapa banyak jenis rotan di hutan, dan betapa banyak orang ternafkahi oleh rotan. Julius memulai usaha rotan tahun 1984, setamat dari Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Jakarta. Ia memilih Sulteng, terutama Kota Palu, dengan pertimbangan wilayah ini kaya rotan, beriklim sub tropis dan tingkat kelembabannya kondusif bagi usaha rotan.
Awalnya, ia membuka satu pabrik olahan rotan dan gudang di Jalan Trans Sulawesi Kelurahan Tondo, Palu. Kini, usahanya berkembang menjadi tiga pabrik dan gudang di lokasi berbeda, dengan lebih dari 300 orang pekerja. Kerjasama dengan petani rotan terus dia jaga, dengan jumlah perotan mencapai 500-an orang. Setiap bulan, 5-6 ton rotan petani yang diserap pabriknya.
Menyangkut kebijakan rotan jangka panjang, Julius berharap pemerintah bisa mengakomodasi kepentingan mata rantai bisnis rotan dari hulu sampai hilir.
"Kalau pabrik-pabrik rotan olahan semua jalan, eksportir dan industri pun jalan, berapa banyak perotan, buruh, dan pekerja industri yang bisa tetap mengandalkan rotan sebagai mata pencaharian," ujar Julius.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 6 JANUARI 2011

1 komentar:

  1. saya menjual buah, serbuk dan getah jernang asal kalimantan.
    1. buah jernang Rp 250.000 per kg, setiap bulan panenya sekitar 100 kg - 500 kg
    2. serbuk jernang grade A Rp 3.000.000 per kg dan Grade B Rp 1.500.000 - 2.500.000 per kg, produksi perbulan sekitar 100 kg - 150 kg
    3. getah jernang 3.000.000 per kg, produksi perbulan sekitar 50 kg - 100 kg
    bagi pembeli yang serius dan kontinyu kami siap melakukan kontrak kerjasama, yang berminat hub. Pak Arya 081213193576 atau pin bb 583A1230.
    terima kasih.

    BalasHapus