Minggu, 16 Januari 2011

Gunawan, Gerakan Menularkan Ilmu Batik


BIO DATA
Nama : Gunawan Setiawan
Lahir : Solo, 19 Oktober 1971
Pendidikan : S-1 Manajemen Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Istri : Dian Sari (36)
Anak-anak :
- Sofia Hasna Hamidah (11)
- Sabrina Qurrota Aini (9)
- Aisya Zakiyyah Ningrum (7)
- Khanza Putri Azizah (3)
Kegiatan organisasi/pelatihan :
- Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman
- Berbagai Pelatihan Membatik, seperti di Nanggroe Aceh Darussalam untuk korban Tsunami,
Festival Batik Nusantara (2007), dan bagi penerima bea siswa seni dan budaya Pemerintah
Indonesia dari negara-negara ASEAN (2006)

Batik itu bicara tentang proses, bukan hasil. Kata-kata ini sering kali diucapkan Gunawan Setiawan (38) saat bicara tentang batik. Pengusaha batik yang juga Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, Solo. Jawa Tengah. ini berkeyakinan, orang yang mengetahui dan memahami bagaimana proses membatik akan menghargai batik.

Oleh SONYA HELLEN SINOMBOR

Sayangnya, sekarang ini banyak orang menikmati hasil daari batik, terutama lewt busana, tetapi tidak banyak yang mengetahui, apalagi mengerti/memahami proses membatik. Tak cuma itu, hanya sedikit yang bisa membedakan mana batik tulis halus, batik cap, dan tekstil bermotif batik (printing).
Padahal, di pasaran, tekstil bermotif batik kini mendominasi. Harganya pun jauh lebih murah dibandingkan batik tulis halus dan batik cap. Kecanggihan teknologi juga membuat tekstil bermotif batik semakin mirip sehingga orang makin susah membedakan dengan batik tulis halus dan batik cap.
"Tahun 1990-an orang Solo masih bisa bilang, ini printing, dengan cara membolak-balik kainnya. Cukup melihat motif bagian luar dan dalamnya. Kalau di luarnya bagus dan bagian dalam kelihatan tipis, dibilang itu printing," ujarnya.
Minimnya pengetahuan orang tentang pembuatan batik mendorong Gunawan untuk terus menyosialisasikan batik kepada semua kalangan, termasuk mendorong lahirnya perajin-perajin baru batik di Kampung Kauman yang dulu pernah memiliki saudagar-saudagar batik yang berjaya.
Sejak tahun 2006 pemilik Rumah batik Gunawan Setiawan ini, bersama beberapa pengusaha batik dan pemerhati batik, membentuk Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman untuk melestarikan dan mengembangkan batik.
Paguyuban ini memberikan pelatihan batik secara gratis kepada masyarakat sekitar Kampung Kauman yang berada di kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat. Pelatihan membatik diberikan dengan mengajarkan teknik-teknik membatik, mulai dari menggambar motif/corak batik, menggunakan peralatan membatik (canting), menggunakan malam (lilin untuk membatik), pewarnaan, hingga proses akhir membatik.
Pelatihan membatik gratis ini menggandeng karang taruna setempat, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, dan mitra bisnis pengusaha batik yang memiliki usaha garmen.
Untuk modal pelatihannya, Gunawan dan anggota paguyuban rela patungan menyediakan peralatan membatik, mulai dari kain, canting, pewarna, termasuk meminjamkan rumah batik untuk tempat pelatihan. Metode pelatihan pun sederhana. Sekali latihan, pesertanya lima sampai tujuh orang.
'Semuanya jalan bareng. bagi kami, kalau melatih tetangga dan mereka berhasil, Insya Allah itu bermanfaat buat kita semua. Ternyata niat kami menularkan ilmu batik tidak sia-sia,' ujar Gunawan.
Setelah tiga tahun berjalan, kini lebih dari 50 perajin/pedagang batik lahir di Kampung Batik Kauman. Bahkan, sekitar 50 pedagang memiliki ruang pamer yang cukup besar. Padahal sebelum tahun 2006 pedagang batik di Kampung batik Kauman yang memiliki ruang pamer kurang dari 10 orang.
"Selain punya ruang pamer, banyak yang pameran di mana-mana, bahkan sampai ke luar negeri. Ada yang dilirik menjadi mitra badan usaha milik negara," ujar Gunawan, yang baru-baru ini dianugerahi sebagai salah satu "Mutiara Bangsa" (aksi sosial Tembang Gesang-Tembang Kehidupan) karena mendedikasikan diri untuk orang lain.

Kampung wisata

Usaha untuk melestarikan dan mengembangkan batik mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Solo. Kampung Batik Kauman, bersama Kampoeng Batik Laweyan, kini menjadi salah satu ikon Kota Solo sebagai kampung wisata batik. "Pemkot Solo juga memberikan dukungan modal usaha dan bantuan mesin jahitnya," ujarnya.
Untuk mendukung kampung wisata batik, sejak 2006 didirikan museum batik di Kampung Batik Kauman. Di museum yang menempati rumah peninggalan salah satu saudagar batik yang berjaya pada masa lalu itu dipamerkan ratusan lembar kain batik berusia diatas 35 tahun dan berbagai peralatan membatik.
Selain pelatihan membatik secara gratis bagi tetangga di Kampung Batik Kauman, Gunawan juga aktif membagikan ilmu batik kepada berbagai kalangan. Tamu-tamu yang datang berbelanja di Rumah Batik Gunawan Setiawan selalu diajak menyaksikan proses membatik di tempat produksi batik yang juga rumahnya.
"Konsumen harus tahu proses membatik. Ini cara paling mudah untuk mengenalkan batik kepada semua orang," ujarnya. Kini dia membuka pintu rumah produksi batik untuk tempat belajar membatik bagi kalangan pendidikan, termasuk dari luar negeri.
Menyadari batik merupakan kekayaan budaya Indonesia yang terus mengalami perkembangan, Gunawan pun tak berhenti mengembangkan batik. Melengkapi kekayaan motif batik Indonesia, tahun 2008 Gunawan memperkenalkan motif baru batik yang diambil dari beberapa motif pamor keris yang diangkat dari pola pamor keris/pusaka.
Sekitar 12 motif pamor keris diproduksi rumah batiknya, yakni motif udan, pari sawuli, ron kendhuru sungsang, winengku, blarak sineret, pandhan iris, tunggul kukus, tritik, walang sinundukan, ron jagung, bendha segada, dan ron kendhuru sinebit. "Ternyata motif pamor keris yang sarat dengan arti dan filisofi bisa dikembangkan di kain," ujarnya.

Proses panjang

Lahir dari keluarga pembatik membuat Gunawan sangat paham dengan proses membatik. Sejak tahun 1981 dia bersama kakaknya, Muhyidin dan Uswatun Hasanah, melanjutkan usaha batik orangtua mereka, Muhammad dan Siti Badriyah.
Berdagang batik, menurut Gunawan, tidak sekadar berbisnis atau soal untung rugi. bagi Gunawan, batik merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan, dikembangkan, dan dilindungi sampai kapan pun.
Salah satu cara melindungi dan menghargai batik adalah menanamkan kebanggan menggunakan batik kepada setiap orang. Dengan demikian batik tidak lagi dipandang hanya sebatas busana yang dipakai pada momen tertentu, tetapi batik menjadi kebutuhan sehingga ada kewajiban mengenakannya setiap saat dalam berbagai aktivitas.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 12 OKTOBER 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar